Internet adalah tempat berkerumun. Saat ini sebagian besar waktu masyarakat dihabiskan berkerumun dan berselancar di internet. Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan pengguna internet terbesar di dunia.
Kerumunan secara alami menjadi pasar informasi, berita, desas-desus, rumors, gosip, dan sebagainya. Semua bertukar cepat hingga sulit untuk ditelusuri sumber dan motifnya. Teknologi informasi dan kecepatan Internet juga mendorong percepatan transmisi, produksi, dan (re)produksi informasi, berita, desas-desus, rumors, gosip, dan lain sebagainya.
Kerumunan di internet dengan dukungan kecepatan dan kecanggihan teknologi dalam dunia informasi melahirkan dua hal : surplus dan defisit informasi.
Surplus informasi juga disebut banjir informasi. Ini ditandai dengan melimpahnya produksi dan reproduksi informasi. Atau juga dapat dimaknai sebagai penjelasan yang berlebih terhadap topik tertentu yang sesungguhnya hanya perlu dijelaskan secara sederhana oleh pakar atau otoritas. Surplus informasi akhirnya memunculkan kebingungan, tentang mana informasi yang benar dan tidak benar.
Defisit informasi di lain pihak ditandai dengan minimnya informasi, narasumber atau referensi tentang topik tertentu. Ini juga akan melahirkan kebingungan. Celah inilah dimanfaatkan broker informasi untuk menjual informasi versi mereka yang tentu tidak terverifikasi untuk kepentingan tertentu.
Surplus dan defisit informasi inilah sumber misinformasi atau yang lebih dikenal dengan hoax. Sebaran hoax ini tidak hanya terbatas pada aplikasi pesan dan media sosial namun juga sudah masuk ke laman media massa online.
Bagaimana jurnalis berperan dalam situasi ini?
Sebagian besar orang, termasuk masyarakat Indonesia mengakses berita dan mencari informasi melalui internet. CNBC menulis, pada Januari 2021 pengguna internet di Indonesia sebanyak 202,35 juta pengguna atau 76,8 persen. Survey ini juga merilis, 45,5% pengguna internet menilai antara yakin dan tidak yakin soal mengidentifikasi berita atau informasi atau berita hoax atau bukan.
Data di atas menunjukan bahwa pekerjaan rumah redaksi media dan jurnalis yang cukup berat. Perlu upaya ekstra pada tiap perusahaan media untuk menyiapkan sumber daya yang khusus bekerja menangkal hoax. Beberapa inisiatif sebetulnya sudah dilakukan, seperti cekfakta.com yang merupakan hasil kolaborasi AJI, AMSI, Mafindo dan beberapa perusahaan media nasional. Namun inisiatif seperti ini belum ada di media lokal.
Untuk itu Idenera bersama AJI Surabaya didukung Google News Initiative dan AJI Indonesia akan mengadakan Fact Checker Training For Journalist (Pelatihan Cek Fakta untuk Jurnalis) di Surabaya. Fact Checker Training For Journalist ini diharapkan mampu mendorong keterlibatan dan meningkatkan kapasitas media lokal dan jurnalis di Surabaya dalam menangkal hoax.
Bila berminat mengikuti kegiatan ini silahkan mengisi formulir berikut : https://bit.ly/FactSby1. Informasi lebih lanjut : DM Instagram @idenera_com atau @aji_surabaya.
FI : Shutterstock
Ikuti Idenera di Google News.
Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com
Tinggalkan Balasan