Colin Bird:  Filsafat Politik Sebagai Pra kondisi Penilaian Rasional Kehidupan Politik

113 0

Sebagaimana cuaca, politik menampakkan dua wajah yang sangat bertentangan secara mencolok. Seringkali, politik tampak dalam bentuk yang tenang dan tampak tanpa awan seperti biasanya, kestabilan, keterprediksian, dan kesepakatan.

Ketika kita melihat bentangan politik, sebagai contoh, kita dengan mudah mengamati institusi-institusi dan praktik-praktik yang telah mapan yang hidup lebih lama daripada, yang melalui banyak generasi, mereka yang menjalankan dan tunduk padanya; persetujuan diam-diam yang tersebar luas di dalam cara-cara tertentu organisasi politik dan penerimaan nilai-nilai yang biasanya dipikirkan untuk mendasarinya; prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang telah mengurat akar yang secara luas diterima  dalam komunitas tertentu sebagai dasar kesahihan kritik pada perilaku anggota-anggotanya;  blangko-blangko dan petunjuk-petunjuk birokratif  yang biasa beredar, penerbitan dan penerimaan paspor, penulisan surat-surat wasiat dan penegakannya, penegakan kontrak-kontrak, yang melakukan kesalahan diadili secara damai sesuai dengan prosedur-prosedur yang telah diterima oleh umum.

Baca juga : Gotong Royong Sebagai Relevansi Konsep Sosialitas Driyarkara

Dan sering, bagaimanapun, politik membawa pertentangan, perjuangan, kekacauan, paksaan, kebrutalan, ketidakpastian, ketidakteraturan, kekerasan, kerusakan, ketakutan, subversi, dan ancaman: seseorang berpikir tentang serangan-serangan bom, pogrom-pogrom, serangan-serangan teroris, genosida-genosida, dan “kerusakan-kerusakan tambahan”; kudeta, revolusi, membersihkan legislatif, invasi, pemilihan ulang, evakuasi paksa, wajib militer, pembajakan, darurat militer, pengenaan sanksi-sanksi atau hukuman-hukuman dengan kekerasan yang sah; pembagian kesetiaan, ambisi yang terbuka, ketidaksepakatan-ketidaksepakatan yang tajam moral dan keagamaan, penyusunan-penyusunan kembali hubungan antar bangsa, dan kebencian-kebencian etnis; dan pengawasan-pengawasan yang mengganggu, pelanggaran rahasia pribadi (privacy), penyitaan/pengambilalihan hak milik, penangkapan, interogasi, dan penyiksaan.

Sebagian orang mungkin mengatakan bahwa dua wajah politik ini mewakili  gagasan Jekyll dan Hyde tentang kehidupan politik. Sama seperti kita bedakan antara cuaca yang baik dan buruk, jadi kita dapat secara langsung mengidentifikasikan politik yang buruk dengan ketidakstabilan, subversi, dan ancaman kekerasan yang memalukan, dan politik yang baik dengan kestabilan, keteraturan, dan rutinitas.

Akan tetapi refleksi singkat menyingkapkan bahwa teori politik Jekyll dan Hyde ini terlalu sederhana. Ketika kita bayangkan ancaman dengungan formasi-formasi pengebom mendekat dari cakrawala, naluri pertama kita tentu saja memihak pada korban-korban potensial,  pergi dengan tenang untuk urusannya tanpa menyadari bahwa rumah-rumah dan komunitas-komunitasnya dalam keadaan gawat. Namun ketika serangan mungkin cukup mengerikan bagi mereka, sedikitnya dalam suatu kasus kita dengan berat hati menyimpulkan bahwa hal tersebut dapat dibenarkan untuk kebaikan yang lebih besar. Cukup sedikit, jika ada, pencapaian-pencapaian penting politik yang sepenuhnya tanpa darah, dan hal ini tidak jelas bahwa kita tidak akan pernah dipersiapkan untuk menggunakan kekerasan atas nama kesahihan politik semata. Saat ini, pengeboman-pengeboman nuklir Hiroshima dan Nagasaki yang mengakhiri Perang Dunia II, atau bahkan pengeboman-pengeboman “biasa” di Tokyo, Dresden, dan Hamburg, sudah tidak dapat lagi dipertahankan. Tetapi hampir tidak seorang pun yang mengatakan bahwa kita tidak harus berbuat sesuatu tentang Nazi, dan masih banyak yang mempertahankan kebijakan penolakan terhadap nuklir yang pernah dipraktikkan selama Perang Dingin, meskipun faktanya jelas bahwa hal itu benar-benar mengancam jutaan  masyarakat sipil yang tidak bersalah yang terbakar seketika. Bahkan jika kita mempertanyakan kekerasan dalam bentuk yang sangat ganas tersebut dapat dibenarkan dalam suatu keadaan tertentu, kita mungkin masih mengakui bentuk-bentuk paksaan dan kekerasan yang lebih lazim dilibatkan dalam operasi-operasi biasa pada hukuman kriminal dapat lebih mudah dipertahankan.

Baca juga : Kritis itu Haram, Tugas Mahasiswa Itu Lulus Secepatnya

Lebih jauh, fakta bahwa pola-pola tertentu dari kerjasama politik  stabil, bertahan lama, dan menjadi kebiasaan. Namun itu tidak berarti hal tersebut diinginkan atau sahih (legitimate). Perbudakan sudah menjadi suatu kebiasaan dan praktik yang diterima luas; memiliki  pekerja anak, perendahan perempuan, ketidaktenggangrasaan agama, diskriminasi etnik dan ras. Di dalam refleksi, kemudian, kita akan lebih sering sepakat bahwa beberapa dari praktik-praktik ini, bahkan ketika dikeramatkan oleh tradisi, pantas untuk disingkirkan atas nama kebebasan, persamaan, keadilan, dan ideal-ideal sosial penting yang lainnya.

Jadi kekacauan dan subversi politik, bahkan ketika bengis, boleh jadi suatu ketika menjadi baik, dan kebiasaan-kebiasaan politik yang stabil yang disetujui diam-diam seringkali mungkin menjadi sangat buruk. Jika terdapat perbedaan antara politik-politik yang baik dan buruk, maka, hal tersebut tidak semata-mata sama dengan teratur dan ketidakteraruran, atau antara kestabilan dan ketidakstabilan. Namun, kapan politik-politik itu baik atau kapan politik-politik itu buruk? Bentuk-bentuk tindakan politik yang mana dapat dibenarkan dalam keadaan tertentu? Kapan kita harus menghormati kestabilan institusi-institusi publik tertentu sebagai hal yang baik dan kapan hal tersebut harus ditolak atau diguncangkan? Dan diguncangkan dengan cara apa dan kepentingan … apa?

Baca juga : Katolik Radikal dan Silent Majority

Meskipun filsuf-filsuf secara stereotipe dianggap jauh dari urusan-urusan duniawi, faktanya mereka memiliki pencarian panjang yang ditujukan pada pertanyaan-pertanyaan politik ini. Mereka juga telah sampai pada keyakinan bahwa berpikir filsafati adalah suatu pra kondisi untuk penilaian rasional bagi  kehidupan politik dan pertarungan politik yang membangun. Apakah ini terdengar meyakinkan? Jika ya, bagaimana tepatnya filsafat politik membantu? Petunjuk apa yang diberikan?

* Colin Bird adalah Guru Besar Luar Biasa pada Woodrow Wilson Department of Politics, Universitas Virginia dan penulis The Myth of Liberal Individualism (1999). Seri tulisan Fisafat Politik  Colin Bird  ini merupakan terjemahan bebas  dari bukunya  An Introduction to Political Philosophy(2006)

Please share,
Thomas Satriya

Fasilitator di Nera Academia Surabaya & Alumnus Fakutas Filsafat UGM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *