Ketimpangan pendapatan dalam suatu masyarakat menciptakan stres sosial dan psikologis yang konstan bagi orang miskin serta merusak tubuh dan otak manusia.
Ketidaksetaraan dapat merugikan ekonomi, masyarakat, dan bahkan tubuh kita. Dalam sebuah artikel di Scientific American, Robert M. Sapolsky dari Universitas Stanford menunjukkan betapa ketidaksetaraan merusak hasil kesehatan. Ini mengacu pada beberapa penelitian medis sebelumnya.
Dia mencatat bahwa di seluruh dunia kesenjangan yang semakin lebar antara si kaya dan si miskin telah menghasilkan masalah kesehatan dan sosial yang lebih besar. Satu studi menunjukkan bahwa karena ketidaksetaraan telah meningkat di negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development-merupakan sebuah organisasi internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas) indeks kesehatan gabungan, yang menangkap harapan hidup, kematian bayi dan berbagai masalah kesehatan lainnya, telah menjadi lebih buruk. Tren ini bahkan terjadi di negara-negara dengan layanan kesehatan universal, sebuah sistem yang dirancang untuk menyamakan pelayanan kesehatan.
Menurut Sapolsky, sementara kemiskinan itu sendiri merugikan kesehatan, kemiskinan di antara banyak (ketidaksetaraan) lebih merugikan kesehatan. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa kehidupan di masyarakat dengan kesenjangan antara kaya dan miskin menciptakan stres sosial dan psikologis yang konstan bagi orang miskin dan mempengaruhi tubuh dan otak mereka.
Sebagai contoh, penelitian telah menunjukkan bahwa stres yang disebabkan ketidaksetaraan mempengaruhi korteks prefrontal otak, ini bagian otak yang berperan penting untuk perencanaan jangka panjang dan kontrol impuls. Ini membuat orang lebih impulsif dan cenderung tidak memilih kesehatan jangka panjang daripada kesenangan langsung.
Ini menjelaskan mengapa orang yang sedang stres cenderung minum dan merokok lebih banyak.
Efek umum lain dari stres adalah peradangan kronis di tubuh manusia yang merusak molekul dan meningkatkan risiko penyakit jantung. Stres oleh keadaan sosial juga dapat memiliki efek yang lebih mengakar dengan mempengaruhi DNA manusia, membasahi kromosom dan menyebabkan penuaan dini.
Bagi Sapolsky, bukti yang menghubungkan ketidaksetaraan dengan kesehatan cukup kuat dan harus mendapat perhatian serius pemerintah. Saat ini Indonesai masih bergulat dengan masalah ketidaksetaraannya.
Sumber : www.livemint.com
Tinggalkan Balasan