Demonstrasi (26/09/19) rasanya terbesar yang pernah saya ikuti selama tinggal di Surabaya dalam kurun waktu 17 tahun. Saya pernah ikut demo bersama teman-teman kampus. Tapi Itu long time ago, jaman biyen. Demo kami saat itu tidak seramai dan sebesar ini.
Saya juga punya pengalaman dipentung Polisi saat demo di tempat yang sama, Kantor DPRD Jawa Timur. Saat itu isunya kalau tidak salah tentang kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak). Dipentung Pak Polisi itu sakit, semoga tidak lagi. Saya kesusahan memegang sendok makan selama seminggu.
Rasanya saya berhutang terima kasih teman-teman mahasiswa Surabaya tahun 2019 untuk pengalaman hari ini. Bukan untuk nostagia semata. Pengalaman hari ini semacam pemuasan dan pelunasan atas rasa ingin tahu dan kecurigaan saya pada mahasiswa era 4.0. Melihat demo kali ini, saya akui kalian memang TOP.
Dari pandangan mata, banyak sekali kampus yang ikut “kuliah lapangan” di DPRD Jatim, begitu mereka menyebutnya. Dari jas almamater ada dari UPN, UNITOMO, UNTAG, ITATS, PERBANAS, ITS, UNAIR, UMS, UINSA, Univ CIPUTRA, AL HIKMAH, UWK, UB, UBHARA, UMUH Sidoarjo, UNU SBY, STIKOSA AWS dan mungkin ada kampus lain yang tidak pakai jas almamater. Sehari sebelum aksi ini, ada dua kampus yang merilis surat peringatan bagi mahasiswa yang ikut demo.
Juga terlihat ada beberapa mahasiswa dengan baret GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) dan jas IMM (Ikatan Mahasiswa Muslim) dan PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Saat diminta memberikan orasi, ketiga organisasi ini mengutus tiga orator perempuan. Ketiganya berorasi dengan latang, anggun dan lugas. Kombinasi yang keren sekali.
Tidak hanya itu, saya juga bertemu dengan sekelompok perempuan dengan poster aksi memikat. Tampil modis namun poster tuntutannya menohok. Saya sempat mewawancarai dan mereka mengaku tidak mewakili organisasi, namun atas inisiatif pribadi. Mereka bercerita panjang tentang RUU KUHP dan RUU PKS.
Bertemu Anak SMA
Saat berangkat menuju Tugu Pahlawan, tepatnya di persimpangan Kalijudan kami bersebelahan dengan anak-anak berseragam Pramuka dengan bendera merah putih ditangan. Ada tiga anak, masing-masing naik motor dengan helm full face. Saat ditanya mau kemana, satu diantara bilang mau ikut demo. Kebetulan tujuan kami sama, jadi kami berkendara beriringan dan satu diantara mereka memandu jalan menghindari titik kemacetan.
Mereka bertiga ternyata sudah janjian sama beberapa temannya dari sekolah lain. Sebelum berjalan ke titik kumpul kami saling bertukar poster. Mereka bawa poster kecil di kertas A4. Tuntutan mereka tentang pulang malam dan gelandang yang terancam dipidana di RUU KUHAP.
Keren sekali anak-anak ini. Mereka sengaja melepas seragam saat aksi. “Biar gampang membaur mas” jelas mereka. Apa yang saya saksikan ini ibarat sunrise bagi generasi kritis. Mungkin mereka tidak paham-paham amat tentang isu-isu demonstrasi sebagaimana saya dan mungkin banyak orang diluar sana yang mencibir mereka. Namun mereka punya keberanian, kepekaan dan solidaritas. Saya yakin mereka tahu apa yang mereka suarakan dan mereka masih punya waktu yang panjang untuk belajar.
Paska aksi di Jakarta beberapa hari sebelumnya, memang banyak postingan di medsos yang mengatakan anak-anak STM dimobilisasi dan tidak tau apa-apa tentang isu dalam demonstrasi. Banyak yang mencaci mereka. Namun saya juga agak curiga, anggota Dewan, Pemerintah dan Aparat mungkin juga tidak paham-paham amat. Kalau sangat paham atau paham sekali tentu hasilnya tidak kayak RUU yang jadi heboh ini. Semoga saya salah.
Mereka bertiga berbaur dengan demonstran yang sebagian besar mahasiswa bersama temannya yang sudah lama menunggu. Saya berguman dalam hati ”Mereka selangkah lebih maju. Anak-anak masa sekarang punya caranya sendiri untuk melawan”.
Sisi lain : Takut Amukan Bu Risma
Penting untuk diketahui, demonstran kali ini santun sekali sama taman. Mereka tidak segan menegur temannya yang bersandar atau menginjak bunga. Tampaknya mereka lebih takut amukan Bu Risma dari pada watercanon polisi. Ada korban sih, pipa air di dekat musolah sekolah Ta’miriyah, sambungannya lepas. Maaf dari kami buat penggelolah Sekolah Ta’miriyah.
Sungguh hari yang indah, walau dirusak anggota dewan yang ngumpet ga mau keluar. Setelah sekian lama diasapi dengan orasi mahasiswa, anggota dewan baru keluar. Baiknya wan kawan mahasiswa tabah dan sabar, namun anggota dewan yang keluar tidak luput dari umpatan. Salah sendiri, kenapa tidak keluar dari tadi.
Rasanya rakyat Indonesia rasanya perlu berterimakasih karena alarm reformasi dibunyikan lagi setelah senyap dalam waktu lama. Jangan lelah bersuara wan kawan mahasiswa dan adik SMA dan STM. Nyalakan tanda bahaya bagi rakyat bila ada ketidakadilan. Lebih baik kalian dianggap bodoh dan cupu dari pada diam melihat ketidakadilan.
Salut.
#ReformasiDikorupsi #SurabayaMenggugat
Ikuti Idenera di Google News.
Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com
Tinggalkan Balasan