Suhu Rabu pagi, 14 Juni 2023, di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, menunjukkan angka 17 derajat Celcius. Angin dingin diabaikan oleh Marsini, dia bergegas berdandan memakai kebaya hitam, kerudung kuning keemasan, dan bawahan kain jarik.
Tak lama dia sudah dalam perjalanan menuju SDN Ngadisari 2 Sukapura yang berada di lereng Gunung Bromo. Jarak dari rumah Marsini ke sekolah sekitar 20 kilometer dan ditempuh selama satu jam.
Sejak 2017, perempuan kelahiran Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, ini bertugas menjadi Kepala SDN Ngadisari 2 Sukapura. Dia sempat terkejut awal datang di sekolah tersebut.
“Anak-anaknya pendiam, berbeda dengan sekolah tempat saya mengabdi sebelumnya yang sangat aktif. Duh, kok koyok ngene,” tutur Marsini.
Jumlah ruang di sekolah juga terbatas, hanya ada enam buah dan diperuntukkan sebagai ruang kelas siswa kelas I hingga VI. Ruang kantor dan perpustakaan tidak ada. Selain itu, jumlah total siswa hanya 37 anak.
Perubahan terjadi saat memasuki 2018. Metode Pembelajaran Kelas Rangkap mulai diperkenalkan. Pengawas sekolah Kecamatan Sukapura, almarhum Suyitno, kerap mengikuti pelatihan yang diadakan Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo dan Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), program kemitraan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia.
Muncullah pertanyaan, metode ini akan diberikan ke sekolah mana dulu. Akhirnya, Suyitno mengundang sekolah-sekolah yang muridnya kurang dari 50 anak. Ada delapan sekolah yang dijadikan sekolah percontohan Kelas Rangkap waktu itu. Mereka adalah SDN Sapikerep III, SDN Wonokerto II, SDN Sukapura IV, SDN Sukapura III, SDN Ngadisari I, SDN Ngadisari II, SDN Sariwani II, dan SDI Nurul Hikmah As-Sholeh.
Selanjutnya, dicarilah fasilitator untuk melatih para kepala sekolah, pengawas sekolah dan guru sebagai langkah awal penerapan Pembelajaran Kelas Rangkap. Marsini lolos sebagai fasilitator untuk kepala sekolah dan Ahmad Samiaji, guru kelas V SDN Ngadisari 2, sebagai fasilitator guru.
Metode tersebut kemudian diterapkan di sekolah tempat Marsini bertugas. Jenjang kelas siswa mulai digabung, kelas I dan II, kelas III dan IV, serta kelas V dan VI yang menempati tiga ruang kelas. Sisa ruangan dimanfaatkan sebagai ruang kantor, perpustakaan dan ruang sembahyang untuk semua murid dan guru yang beragama Hindu.
Pembelajaran Kelas Rangkap sebenarnya bukan hal asing dilakukan oleh SDN Ngadisari 2. Jumlah siswa yang sedikit membuat pihak sekolah sering menggabungkan beberapa jenjang kelas sekaligus.
Namun, belum ada metode pembelajaran yang terarah. Siswa diberikan pelajaran, buku dan perangkat ajar sesuai kelasnya masing-masing. Antara satu pelajaran suatu jenjang kelas dengan jenjang kelas lainnya belum saling terkait.
“Pelatihan guru itu bermanfaat sekali untuk memicu kreativitas guru membuat materi dan tujuan pelajaran yang disampaikan,” jelas Marsini.
Pelatihan Parenting
Langkah ini dibarengi dengan pelatihan parenting untuk para wali murid. Sebelum melaksanakan Kelas Rangkap, Marsini mengundang mereka untuk datang ke sekolah.
Mengapa ini dilakukan? Hampir seluruh wali murid sehari-hari bekerja di ladang dan tempat wisata Gunung Bromo. Saat mereka pulang, hanya tersisa tubuh lelah yang ingin segera beristirahat. Akhirnya, anak-anak ketika belajar di rumah tidak selalu didampingi orang tuanya.
“Kami berusaha membangun growth mindset-nya wali murid, mengajak mereka berpikiran ke depan,” ucap Marsini.
Dia didapuk sebagai fasilitator program parenting sebab dianggap lebih mengenal warga setempat. Wali murid diajari bagaimana mendampingi dan memfasilitasi anak-anak ketika belajar di rumah.
“Dukungan masyarakat di sini sangat bagus dan mulai ada perubahan,” ungkap Marsini.
Madeleine Moss, Minister Counsellor Governance and Human Development Australia, bersama siswa SDN Ngadisari 2 Sukapura. Foto. Dokumentasi.
Siswa yang sebelumnya sering izin mengikuti orang tua membantu tetangga yang sedang syukuran, sekarang masuk sekolah terlebih dulu. Baru kemudian saat waktu istirahat atau siang hari dijemput pulang. Jumlah siswa pun bertambah, dari 37 anak pada 2017 sekarang menjadi 53 siswa.
“Saya kerasan di sini. Wali murid, termasuk Pak Tinggi atau lurah, sangat senang dan mau dilibatkan dalam kegiatan sekolah. Ini membantu proses belajar mengajar,” kata Marsini.
Tujuh tahun sudah Marsini menjadi Kepala SDN Ngadisari 2 Sukapura. Tahun demi tahun selalu ada tantangan tersendiri dengan penerapan Pembelajaran Kelas Rangkap ini. Namun, dia sangat bersyukur dan bangga dengan usaha dan tekad kuat para guru yang bersemangat menyelenggarakan metode ini.
Ikuti Idenera di Google News.
Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com
Tinggalkan Balasan