Hari Anak Nasional : Anak-anak Berhak Bahagia

190 0

Kehidupan saya tidak  jauh-jauh dari anak. Hampir setiap hari saya berjumpa dan berproses dengan anak-anak. Perjumpaan itu sangat berharga.  Saya banyak belajar dari mereka.

Saya, seorang Guru di salah satu Sekolah swasta yang cukup besar di Surabaya. Bisa dipastikan anak yang bersekolah di sana berasal dari keluarga yang mapan. Mereka masing-masing punya smartphone yang harganya jelas lebih mahal daripada punyaku. Sepatu, tas, alat tulis mereka bermerk dan kekinian. Mereka belajar di ruangan berAC dan fasilitas belajar yang lengkap, didampingi guru-guru yang kompeten.

Betapa beruntungnya mereka. Awalnya Saya berpikir demikian.

Di sisi lain, Saya juga mempunyai kesempatan mendampingi anak-anak penyintas tragedi sosial keagamaan dari Sampang, Madura yang tinggal sementara di Rusunawa, Jemundo. Keadaan mereka, sangat berlawanan dengan anak-anak di tempat saya bekerja. Berkesempatan belajar di Sekolah formal bersama anak-anak lainnya butuh proses yang cukup panjang.

Di awal perjumpaan, sebagian besar dari mereka belajar di ruangan kecil di pengungsian tempat mereka tinggal. Syukur-syukur ada guru yang datang. Kalau tidak ya, belajar sendiri dengan kakak mereka yang lebih tua. Hanya yang kelas enam saja yang boleh sekolah supaya bisa mengikuti ujian. Setelah satu atau dua tahun mengungsi, mereka semua baru bisa belajar di Sekolah.

Apakah mereka lebih tidak beruntung dari siswa saya? Apakah siswa saya lebih bahagia dari anak-anak penyintas?

Tidak. Mungkin secara materi, mereka lebih berkelimpahan. Namun menurut pengalaman saya, mereka butuh perhatian dan kasih sayang. Coba bayangkan. Setiap hari mereka bangun pagi dan harus sampai di sekolah jam 06.45 supaya tidak terlambat. Pulang Sekolah jam 14.00 lanjut les matematika, les bahasa inggris, les bahasa mandarin, les piano, les balet, latihan basket, dan lain sebagainya. Sampai rumah malam kadang jam 19.00 atau jam 20.00. Lanjut mengerjakan tugas atau belajar untuk penilaian harian.

Hal yang memprihatinkan adalah ketika mereka harus berangkat orang tuanya belum bangun dan ketika sampai di rumah orang tuanya belum pulang. Beruntunglah bagi mereka yang masih diantar dan dijemput orang tuanya.

Mungkin, anak-anak penyintas di Jemundo nampaknya lebih bahagia. Mereka bersekolah diantar orang tuanya. Sampai di tempat tinggalnya mereka bisa bermain dengan adik, kakak, dan temannya. Di tempat tinggalnya mereka selalu makan bersama, ibadah bersama, dan sering berkumpul dengan keluarga. Namun, mereka masih berstatus penyintas selama enam tahun sampai saat ini.

Mereka semua sama. Mereka adalah anak-anak yang berhak untuk bahagia. Mereka mempunyai hak untuk belajar dengan bahagia, bermain dengan bahagia, beraktivitas dengan bahagia. Kebahagiaan yang tidak bisa diukur dengan seberapa tinggi nilai raportnya, seberapa mahal mainannya, seberapa lengkap fasilitas hidupnya.

Kita masih perlu banyak belajar bagaimana cara membuat anak-anak ini bahagia. Jangan lelah belajar berproses, memberi perhatian, kasih sayang, dan menyapa anak-anak.

Selamat Hari Anak Nasional


Ikuti Idenera di  Google News: Google will europäische Nachrichtenplattform starten - und ... Google News.


Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com


 

Please share,
Ria Tekat

CDO Nera Academia, Guru Fisika & Alumni FKIP Unika Widya Mandala Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *