Pasar Nostalgia berada satu lokasi dengan Pasar Burung dan Pasar Bunga, Jalan Bratang Binangun, Surabaya. Tak seperti pasar yang lain, sepi seolah menjadi denyut nadi kehidupan dua pasar itu. Hanya beberapa pembeli yang mampir dan berseliweran di kios pasar.
Tak mengherankan, sebab Pasar Nostalgia tidak menyediakan kebutuhan pokok. Sesuai dengan namanya, pasar ini hanya menjual benda-benda kuno dan bersejarah yang dikenal dengan benda antik. Maka, tak kaget bila kolektor dan peminat benda antik rutin berkunjung ke pasar ini.
Salah satu toko benda antik di Pasar Nostalgia adalah Mojopurno. Mojopurno berdiri pada tahun 2017 dan memiliki 5 kios yang berdampingan. Harga sewa satu kios hanya Rp1,2 juta per tahun, kondisi pasar yang sepi membuat harga sewanya begitu terjangkau.
Jimbo Kaisar Ubaidillah (55) kolektor benda antik dan pemilik Mojopurno merupakan pria asli Surabaya. Ia mengaku memiliki hobi mengumpulkan benda antik sejak duduk di bangku SMA.
Benda antik yang dikoleksi, diantaranya sepeda kuno, radio, kaset, dan lain-lain. Tak menunggu lama benda antik itu membanjiri ruang-ruang di tempat tinggalnya. Kemudian, benda antik yang sudah tidak diminatinya lantas dijual.
“Berangkatnya dari hobi. Yang namanya hobi itu kan nggak rugi. Kalau sudah bosan bisa dijual,” tuturnya, pada Sabtu (30/12/2023).
Kini Jimbo menjual berbagai benda antik di tokonya. Seperti kamera, lukisan, guci, jam, piring porselen, kaset, teko, buku berbahasa asing kuno, dan lain-lain. Semuanya dibandrol dengan harga puluhan ribu hingga jutaan rupiah.
Pengunjung yang datang bervariasi. Ada yang dari Indonesia dan mancanegara. Pengunjung dari mancanegara mendatangi Mojopurno untuk mencari benda antik Jawa yang berukuran kecil dan asli. Mereka memilih ukuran kecil agar mudah dibawa. Serta, turis itu lebih menyukai benda yang asli, meski tampak rusak di sana-sini.
“Turis yang datang ke sini itu ada yang dari Amerika, Prancis, dan Jerman. Yang sering itu dari Malaysia dan Cina. Terakhir ada dua backpacker, dari Amerika dan Cina,” katanya.
Ketika menjual benda antik, Jimbo tidak hanya mengandalkan pengunjung yang datang. Ia paham betul bahwa menjual benda antik berbeda dengan jual-beli barang pada umumnya. Sehingga, cara yang biasanya dilakukan adalah meminta tolong teman untuk menjual benda antiknya.
Selain itu, ia pun menyediakan jasa sewa untuk benda antiknya. Biasanya para penyewa adalah pelajar SMA yang menggunakan benda antik untuk keperluan tugas sekolah. Harga sewa untuk barang antiknya sebesar 10 persen dari harga beli.
“Kalau tugasnya tema perkantoran itu masih gampang. Hanya perlu lampu, telepon, mesin ketik, dan lain-lain. Kalau pecinan itu agak sulit untuk disewa,” tuturnya.
Hal tersebut mengingat benda antik Cina, harganya berada jauh di atas benda yang lain. Bahkan dengan benda antik dari Eropa sekalipun.
“Biasanya benda antik Cina yang mahal. Kalau Eropa itu belum seberapa. Memang mahal, tapi kalah kalau dibanding Cina. Benda antik Cina itu nggak terbatas harganya,” ujarnya.
Melalui jual-beli dan sewa itulah, lembaran rupiah dapat mengalir ke kantongnya. Walau pasang-surut dan tidak pasti, ia mengaku mendapatkan omset rata-rata sebesar Rp2-5 juta per bulan.
Kendati, ia sadar bahwa mengoleksi benda antik bukan sekedar hobi atau untuk mencari penghasilan. Menjadi kolektor adalah kerja untuk menjaga nilai budaya dan historis suatu benda. Di saat banyak orang mengabaikan dan melupakan benda kuno demi tuntutan perkembangan zaman, ia hadir menjadi pengingat bahwa ada benda tertentu yang bernilai dan tidak boleh dilupakan.
“Kalau masuk timbangan loakan itu kan kadang-kadang dihancurkan. Makanya sama anak-anak biasanya diambil, kan eman. Orang awam itu kan nggak tahu, jadi asal buang saja,” pungkasnya.
Kontributor: Muhammad Akbar Darojat Restu Putra. Editor: Rangga Prasetya Aji Widodo
Ikuti Idenera di Google News.
Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com
Tinggalkan Balasan