74 Tahun Bernegara, Indonesia Belum Mampu Membunuh Virus Rasisme

159 0

Fakta pengeroyokan dan penganiayaan masa aksi Mahasiswa Papua di Malang pada tanggal 15 Agustus 2019 dan pengrusakan asrama mahasiswa serta aksi rasisme yang dilakukan oknum anggota TNI, Polri, Pol PP dan Ormas di Surabaya pada tanggal 16 Agustus 2019 yang berujung dengan penangkapan mahasiswa Papua penghuni asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 17 Agustus 2019 menjadi bukti masih hidupnya penyakit rasisme dalam tubuh aparatus negara dan warga negara Indonesia.

Fakta tersebut secara langsung membuktikan bahwa para Aparatus Negara tersebut telah melakukan pelanggaran UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnik secara sistematik dan struktural di propinsi jawa timur. Melalui fakta adanya kekerasan maka secara otomatis Aparatus Negara tersebut telah melakukan beberapa tindak pidana secara berturut-turut baik secara bersama-sama maupun sendiri seperti tindak pidana pengrusakan (406 KUHP), Pengeroyokan (170 KUHP), Peganiayaan (351 KUHP) dan secara langsung telah melakukan tindakan pelanggaran Asas Umum Pemerintahan yang baik sebagaimana yang dijamin dalam UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan Pemerintah yang besih dari KKN.

Sesuai dengan bunyi Pasal 1 ayat (3), UUD 1945 yang mengaskan bahwa “indonesia adalah negara hukum” maka Indonesia secara kenegaraan memiliki kewajiban untuk melindungi HAM Warga Negara termasuk Mahasiswa Papua. Atas fakta diatas membuktikan bahwa negara melalui Aparatus Negaranya (TNI, POLRI dan POL PP) telah hadir sebagai pelaku pelanggaran HAM terhadap Mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya. Ironisnya tindakan tersebut dilakukan menjelang dan saat perayaan hari ulang tahun kemerdekaan negara Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 2019. Fakta tersebut, secara langsung menunjukan bahwa secara praktis negara Indonesia berstatus negara Kekuasaan terhadap Orang Asli Papua dimanapun berada.

Pada prinsipnya secara hukum berkaitan lambang negara secara jelas telah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 sehingga jika terjadi pengrusakan terhadap lambang negara salah satunya bendera maka prosedurnya adalah melaporkan kepada pihak terkait dalam hal ini pihak kepolisian yang bertugas sebagai penegak hukum sebagaimana dijamin dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Namun berdasarka fakta dimana ada oknum TNI, Polisi, Pol PP dan ormas tanpa memastikan siapa pelakunya langsung mendatangi asrama mahasiswa papua di Surabaya dan melakukan “tindakan main hakim sendiri” maka secara langsung menunjukan fakta “watak manusia adalah serigala bagi manusia lainnya” yang masih hidup subur dalam diri oknum TNI, POLRI, POL PP dan ORMAS pelaku tindakan main hakim sendiri terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Watak kebinatangan tersebut sudah harus dimatikan dengan cara melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku tindakan main hakim sendiri yang berdasarkan pada paham rasisime yang hidup dalam diri para pelaku dimaksud, agar dapat memberikan efek jerah bagi pelaku dan warga sekitarnya.

Mengingat peristiwa serupa sudah sering dilakukan selama beberapa tahun terakhir inj di pulau jawa maka sudah sewajibnya Gubernur Propinsi Papua dan Papua Barat beserta Bupati dan Walikota dalam dua propinsi tersebut serta Ketua DPRP dan DPRD Papua Barat beserta ketua DPRD kabupaten dan kota dalam kedua propinsi bersama-sama dengan MRP dan DAP segerah membentuk “TIM KHUSUS ANTI RASISME TERHADAP ORANG ASLI PAPUA DISELURUH WILAYAH INDONESIA” dan selanjutnya bertindak untuk melakukan beberapa tindakan, seperti :

  1. Mendata dan mengidentifikasi kasus pelanggaran UU Nomor 40 Tahun 2008 yang dialami oleh OAP dimanapun berada khususnya Malang dan Surabaya;
  2. Mendata identitas pelaku dan bentuk pelanggaran Hukum yang dilakukan selanjutnya mendorong penegakan hukum atas peristiwa hukum yang terjadi mengunakan mekanisme legal yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia;
  3. Melaporkan dugaan Pelanggaran HAM yang dilakukan Pemda Propinsi Jatim atas : “tindakan pembiaran dari tindakan diskriminasi rasial yang dilakukan oknum TNI, Polri, Pol Pp dan Ormas di jawa timur terhadap mahasisaa papua ke Komnas HAM Republik Indonesia dan mendesak Komnas HAM RI untuk melakukan investigasi atas kasus dugaan pelanggaran HAM;
  4. Mendesak Pemerintah Propinsi Jatim untuk membuat Peraturan Gubernur Jawa Timur tentang jaminan perlindungan OAP dari ancaman tindakan rasisme dan tindakan kekerasan di dalam wilayah atministrasi Propinsi Jawa Timur sebagai wujud nyata implementasi UU Nomor 40 tahun 2008 di propinsi jawa timur.

Pada prinsipnya usulan diatas bersifat desakan secara konstitusional sebab perlindungan, penghargaan, penghormatan dan penegakan HAM merupakan tanggungjawab negara terutama pemerintah sesuai dengan amanat Pasal 28i ayat (4), UUD 1945. Selain itu, usulan tersebut juga merupakan bagian langsung dari pemenuhan status negara indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3, UUD 1945) sehingga semua tindakan yang bertentangan dengan aturan yang berlaku wajib di tegakan demi melindungi hak asasi manusia dan pemenuhan hak atas keadilan bagi korban melalui mekanisme legal yang dijamin dalam negara hukum Indonesia. Serta merupakan bagian langsung dari “usaha memanusiakan atas diri para pelaku yang telah melakukan tindakan serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus) mengunakan pendekatan tindakan rasisme dengan metode kekerasan di malang dan surabaya.

Selanjutnya LBH Papua menegaskan kepada beberapa pihak terkait untuk melakukan beberapa tindakan hukum, sebagai berikut :

  1. Kepada Panglima TNI segera memerintahkan Polisi Militer (POM) Kota Surabaya untuk menangkap dan memproses oknum anggota TNI yang melakukan tindak pidana pengrusakan (406 KUHP) dan tindakan pelanggaran UU Nomor 40 Tahun 2008 serta pemberian sangksi pemecatan dengan tidak hormat kepada oknum anggoga TNI pelaku pelanggaran hukum;
  2. Kepada Kapolri segera memerintahkan Direskrimum Polda Jatim untuk menangkap oknum anggota Polisi yang melakukan tindak pidana pengrusakan (Pasal 406 KUHP) dan tindakan pelanggaran UU No 40 tahun 2008 serta pemberian sangksi pemecatan dengan tidak hormat kepada oknum polisi pelaku pelanggar hukum;
  3. Kepada Walikota Surabaya segerah memerintahkan Ditreskrimum Polda Jatim untuk menangkap oknum Pol PP yang melakukan tindak pidana pengrusakan (406 KUHP) dan tindakan pelanggaran UU Nomor 40 Tahun 2008 serta memberikan sangksi pemecatan dengan tidak hormat terhadap oknum Sat Pol PP Pelaku tindakan pelanggaran hukum;
  4. Kepada Kesbangpol Kota Surabaya segera memerintahkan Ditreskrimmum Polda Jatim untuk menangkap pengurus Ormas yang oknum anggotanya telah melakukan tindak pidana pengrusakan (406 KUHP) dan tindakan pelanggan UU Nomor 40 Tahun 2008 serta ditambah dengan pemberian sangksi pembekuan terhadap ormas pelaku pelanggaran hukum.

Demikian siaran pers ini dibuat. Pada prinsipnya “Sekalipun langit bumi surabaya akan retak karena rasisme, namun hukum wajib ditegakan dibumi hiu dan buaya itu” demi memenuhi status negara Indonesia sebagai hukum Indonesia sebagaimana diatur pada pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Akhirnya semoga siaran pers ini dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Abepura, 18 Agustus 2019

Hormat Kami, LEMBAGA BANTUAN HUKUM PAPUA | EMANUEL GOBAY | (DIREKTUR) | Narhub :Direktur LBH Papua (082199507613)


Ikuti Idenera di  Google News: Google will europäische Nachrichtenplattform starten - und ... Google News.


Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com


 

Please share,
idenera

IDENERA, membuka kesempatan bagi siapapun menjadi kontributor. Tulisan dikirim ke : editor@idenera.com dan dapatkan 1 buku tiap bulannya bila terpilih oleh editor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *