Kekerasan dan Eksploitasi Anak Masih Marak

174 0

Undang-Undang Perlindungan Anak mulai diberlakukan sejak tahun 2002. Setelah 20 tahun berlalu, kasus pelanggaran hak anak masih terus terjadi. Meski banyak yang terungkap, akar masalahnya masih menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak.


Hal ini terungkap dalam Talk Show Peringatan Hari Anak Sedunia, Minggu (20/11) di Surabaya. Mengangkat tema CHILD PROTECTION NOW, kegiatan yang digagas oleh ALIT Indonesia ini mengingatkan kembali kepada semua pihak bahwa masih banyak kasus kekerasan dan eksploitasi anak di Indonesia.

Rakai Kurmavatara, Program Manager ALIT Indonesia, menyampaikan bahwa kondisi anak-anak di desa tidak seperti yang ada di perkotaan.

“Kurangnya fasilitas dalam tumbuh kembang mereka di pedesaan, melahirkan banyak kisah perkawinan anak, dengan alasan ekonomi” ungkap Rakai.

Peran pengasuhan orang tua, yang apatis dan menganggap enteng permasalahan anak dan belum memahami undang-undang dan konvensi hak anak, menjadi faktor yang mendorong terus tingginya angka perkawinan anak.


Edward Dewaruci, advokat mitra ALIT mengatakan Convention Of The Right Of the Child (CRC) muncul karena kondisi global yang menganggap bahwa manusia itu harus diperlakukan sebagaimana mestinya.

“Manusia juga harus dimanusiakan sebagaimana manusia. Kesadaran sebagai manusia masih belum mampu untuk memanusiakan manusia sebagaimana mestinya dan itu masih banyak terjadi tanpa memandang strata social, warna kulit, asal usul” kata Edward.

Hal ini lah yang kemudian membuat PBB melalui komisi hak anak membuat konvensi hak anak pada tahun 1989. Dan pada tahun 1990, konvensi tersebut diakui oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.

Sementara itu, Endah Triwijati, Ketua Savy Amira, mengatakan terkait psikologi anak yang berada disituasi kekerasan, penyelesaian secara hukum tidak memberikan jaminan tuntasnya trauma korban.

” Harus diingat, korban pelecehan dan kekerasan terdampak tidak hanya secara psikologi dan fisik, namun juga posisi sosialnya di hadapan masyarakat” kata Tiwi.

Menurut Tiwi, saat ini kita hidup di situasi yang terbiasa untuk lebih mementingkan omongan orang, yang kemudian ini berdampak pada sulitnya bagi kita, terutama korban, untuk menyuarakan pendapatnya meskipun itu sebuah kebenaran. Apalagi jika hal itu berbeda dengan yang dianggap “normal” bagi masyarakat.

“Hal yang sangat penting untuk dilakukan ketika mendampingi anak-anak yang menjadi korban situasi ini adalah dengan fokus pada keberhargaan diri, bisa dari memperhatikan hal-hal kecil yang dia lakukan” jelasnya.

Eben Haezer, Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Surabaya mengatakan, dalam situasi kurang terliterasi nya masyarakat, jurnalis harus mengambil peran advokasi untuk menjaga agar kasus-kasus tersebut tak padam ditelan oleh pemberitaan yang lain.

” Salah satu solusinya adalah dengan peran citizen jurnalis. Meeraka dapat jadi corong masyarakat dalam kasus-kasus terjadi dan belum mendapatkan perhatian media arus utama” kata Eben.

Di sisi lain, pemberitaan kasus kekerasan dan eksploitasi anak juga mensyaratkan seorang jurnalis memberikan pemberitaan yang sesuai dengan kode etik, sehingga tidak menambah beban dan tetap melindungi korban.

Talks Show ini diawali dengan pemutaran film produksi Kindermissionwerk Jerman yang berkisah tentang langkah-langkah perlindungan anak yang telah dilakukan di Indonesia.

ALIT Indonesia adalah sebuah lembaga independent yang bergerak di bidang perlindungan anak dan tahun 2022 ini telah memasuki kiprahnya selama 25 tahun. Saat ini ALIT Indonesia menjalankan Program Dewa Dewi Ramadaya sebagai salah satu solusi menjaga ketahanan dan kedaulatan ekonomi keluarga-keluarga di desa. Ketahanan dan kedaulatan keluarga, bagi ALIT Indonesia menjadi syarat penting bagi terlindunginya anak-anak dalam keluarga dan mendapatkan haknya secara optimal.

Di akhir talk show, sebagai tindak lanjut, ALIT Indonesia bergandengan tangan dengan AJI Surabaya untuk mendorong citizen journalism sebagai langkah control dan peningkatan literasi masyarakat akan perlindungan anak.

Sumber : Press Rilis Yayasan Alit. Foto : Andre Yuris


Ikuti Idenera di  Google News: Google will europäische Nachrichtenplattform starten - und ... Google News.


Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com


 

Please share,
Andre Yuris

Jurnalis Idenera.com, Photojournalist, dan Fact Checker

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *