Prof. Dr. Frans Magnis Suseno, rohaniawan katolik, guru besar emeritus Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara Jakarta hadir dalam acara bedah buku di Aula Paroki SMTB Surabaya hari Minggu, 14 maret 2018.
Romo Magnis, begitu bisanya ia disapa; hadir secara khusus agar pembaca bisa berdiskusi dan bertanya secara langsung terkait isi buku maupun hal lain tentang Kekatolikan. Buku “Katolik Itu Apa?” merupakan buku terbaru Romo Magnis yang diterbitkan Kanisius Yogyakarta pada akhir tahun 2017 lalu.
” Saya menulis buku ini atas pemahaman saya sebagai orang katolik sejak lahir. Selama 80 tahun, sejak saya kecil sampai sekarang ” kata Romo Magnis.
Romo Magnis menjelaskan bahwa, buku “Katolik itu Apa ?” bukanlah buku ilmiah apalagi buku resmi Gereja Katolik. Buku Katekismus Gereja Katolik adalah buku resmi Gereja Katolik. Buku ini semata-mata pemahaman dan penghayatan personal sebagai seorang katolik. Belum tentu juga apa yang disampaikan buku ini, disetuju semua orang Katolik.
” Harapan dari buku ini, agar orang Katolik menemukan informasi tentang agamanya dalam bentuk yang singkat dan ringan. Juga buat yang beragama selain Katolik bisa menggunakanya untuk mencari tahu apa itu Kekatolikan” jelas Romo Magnis.
Penciptaan Kitab Suci
Pendeta Andri Purnawan dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Surabaya, satu diantara penanggap acara bedah buku ini mengapresiasi kemampuan Romo Magnis menyajikan kompleksitas sejarah dan ajaran gereja Katolik secara jelas namun ringkas.
“Saya kira tidak ada buku kanonisasi yang bisa lebih ringkas dari ini” kata Pendeta Andri.
Ketua bidang Oikumene PGIS Kota Surabaya ini secara khusus menyorot bab tiga dalam buku ini terkait kisah penciptaan kitab suci umat Kristen. Dalam bukunya, Romo Magnis melontarkan pernyataan ” Kitab Suci sebagai tulisan manusia bisa keliru, bisa terbatas, sama dengan keterbatasan pengertian dan pandangan para penulis”. Menurut Pendeta Andri, pernyataan ini dirasa cukup mengganggu khususnya para pembaca Protestan. Walupun Gereja Katolik dan banyak umat Protestan menolak pandangan bahwa setiap kata Kitab Suci secara harafiah berasal dari Allah.
Menanggapi hal itu, Romo Magnis mengatakan hal itu justru memunculkan pertanyaan ” Mengapa Kristianitas bisa menganggap tulisan-tulisan yang semuanya ditulis manusia sebagai Kitab Suci?”. Secara singkat Gereja menjawab, tulisan-tulisan itu terinspirasi roh kudus. Inspirasi berarti Gereja dibimbing, untuk “mencium” tulisan-tulisan mana yang memuat pesan Roh Kudus. Penciuman Gereja itu disebut sensus fidei, suatu perasaan tentang iman yang benar.
Menanggapi hal itu, Romo Magnis mengatakan hal itu justru memunculkan pertanyaan ” Mengapa Kristianitas bisa menganggap tulisan-tulisan yang semuanya ditulis manusia sebagai Kitab Suci?”. Secara singkat Gereja menjawab, tulisan-tulisan itu terinspirasi roh kudus. Inspirasi berarti Gereja dibimbing, untuk “mencium” tulisan-tulisan mana yang memuat pesan Roh Kudus. Penciuman Gereja itu disebut sensus fidei, suatu perasaan tentang iman yang benar.
Romo Magnis mencontohkan, Gereja pada 400 tahun lalu pernah keliru dengan mengutuk Galileo Galilei karena ia mempertahankan bahwa bumi mengitari matahari dan bukan sebaliknya seperti yang diakui Gereja Katolik kala itu. Baru empat abad kemudian Paus Yohanes Paulus II mengakui bahawa gereja keliru tentang hal itu dan mohon maaf.
” Yang membuat tulisan-tulisan Kitab Suci jadi suci adalah melalui penulisnya Allah menyampaikan pesan. Pesan Allah bukan tentang hal-hal yang diketahui manusia, tetapi hal-hal yang tidak mungkin diketahui manusia dari dirinya sendiri seperti tentang “Siapakah Allah itu? Apa yang Ia harapkan dari manusia?. Melalui Kitab Suci Perjanjian Baru, Allah memberitahu, siapakah Yesus Kristus itu?” jelas Romo Magnis.
Relasi Katolik dengan agama lain
Aan Ansori, Kordinator Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD), penanggap lainnya dalam bedah buku ini mengukapkan pengalaman perjumpaanya dengan Kristianitas . Ia mengatakan bahwa, bagi dirinya dan mungkin sebagian umat Islam sulit membedakan Katolik dan Kristen. Sebagian umat Islam menyebut kata Nasrani, entah itu maksudnya Katolik, Protestan dan gereja-gereja lainya.
“Minimnya pengetahuan saya waktu kecil dan mungkin sebagian teman-teman Islam tentang Kristianitas memunculkan pandangan yang boleh dikatakan “jahat” terhadap umat Katolik dan Kristen” kata Aan.
Aktivis jaringan Gusdurian ini mengatakan narasi kebencian dan kecurigaan terhadap umat kristiani itu juga dilanggengkan sedemikan rupa dalam pengajaran-pengajaran yang sesungguhnya bertentangan dengan Islam. Menurut Aan, narasi maupun ajaran kebencian ini hanya bisa diobati dengan perjumpaan, pertukaran informasi dan pangetahuan tentang Kristianitas.
“Saya sendiri, baru perlahan mengikis kebencian dan kecurigaan terhadap umat kristen saat saya dewasa. Diskusi dengan para Kiyai, membaca buku dan secara langsung berdiskusi dengan teman-teman dan tokoh agama kristen, jadi semacam penawar rasa benci dan curiga itu” lanjut Aan.
Aan Ansori mengatakan, buku Katolik Itu Apa? sejauh yang ia baca mampu memberikan gambaran yang rinci tentang Gereja Katolik. Buku ini, tidak hanya memperkaya wawasan umat Kristiani, namun juga perlu di baca oleh kaum muda dan intelektual muslim agar kita bisa mengusahakan relasi persahabatan antar umat beragama.
” Saya sampai saat ini, masih optimis dengan Islam Indonesia. Perjalanan sejarah kita cukup membuktikan peran Islam dalam menjaga Indonesia. Walaupun ada situasi yang tidak mengenakan yang harus segera diselesaikan oleh umat Islam sendiri ” kata Romo Magnis.
Umat Katolik menurut Romo Magnis, walaupun jumlahnya hanya kurang lebih tiga persen harus ikut andil menjaga Indoneisa. Menjalin kerjasama dengan Islam mainstream, memberikan kontribusi dan jangan hanya diam saja seolah tidak terjadi apa-apa. Umat Katolik tidak bolah jadi penonton saja, membiarkan Islam berjuang sendiri dalam mengatasi memburuknya relasi sosial.
Bagi Romo Magnis, sikap gereja sudah jelas. Gereja tidak memandang agama lain sebagai saingan atau musuh. Gereja melihat yang baik dan suci ada dalam agama-agama itu. Itu juga berlaku bagi umat Islam. Walaupun harus diakui, Gereja Katolik juga masih jauh dari cita-cita. Juga percaya dan jangan khawatir karena Gereja senantisa membaharui diri, termasuk dalam ajarannya.
Bedah buku “Katolik Itu Apa?” mendapat respon baik dari masyarakat Surabaya. Ruangan dengan kapasitas 500 tempat duduk, terisi hampir seluruhnya. Perserta yang hadir tampak beragam, lintas agama baik tua maupun muda. Acara yang di pandu Simon Untara, Dosen Fakultas Filsafat Widya Mandala Surabaya ini, juga menghadirkan Cak Irsyad dari Komunitas Al Faz Gempol yang membagikan pengalaman perjumpaan dan pertemanannya dengan kawan-kawan lintas agama.
Ikuti Idenera di Google News.
Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com
Tinggalkan Balasan