Master Cheng Yen, pendiri Buddha Tzu Chi mulanya prihatin dengan kondisi kemiskinan dan penyakit di negerinya. Situasi itu menyentuh hatinya sungguh. Sebagai seorang perempuan yang memilih jalan hidup sebagai biksuni, ia berpikir keras menjawab masalah itu.
Suatu ketika ia bersua dengan 3 suster Katolik dari Sekolah Menengah Hualien di Taiwan sana. Para perempuan itu pun berbincang sebagai sesama pengabdi kemanusiaan lewat jalur rohani.
“Agama Katolik telah membangun rumah sakit, mendirikan sekolah, dan mengelola panti jompo untuk membagi kasih sayang kepada semua umat manusia. Walaupun Buddha juga menyebut menolong dunia dengan welas asih, tetapi mohon tanya, agama Buddha mempersembahkan apa untuk masyarakat?” ujar suster dalam obrolan persaudaraan itu.
Kata-kata ini rupanya sangat menyentuh hati Master Cheng Yen. Meski saat itu umat Buddha sebenarnya sudah menjalankan kebajikan dan beramal, namun tanpa mementingkan nama. Dari situ membuktikan bahwa semua umat Buddha memiliki rasa cinta kasih yang dalam, hanya saja terpencar dan kurang koordinasi serta kurang terkelola.
Master Cheng Yen bertekad untuk menghimpun potensi yang ada dengan diawali dari mengulurkan tangan mendahulukan bantuan kemanusiaan. Mulanya bersama murid-muridnya ia mengumpulkan uang hasil merajut. Lalu membuat celengan untuk dibagikan pada kaum perempuan, agar menabung sedikit dari belanja harian mereka.
Gerakan perempuan luar biasa ini lalu viral dan menyentuh banyak orang untuk bergabung dan saling dukung demi kemanusiaan. Dari pulau Formosa sana, kini gerakannya mendunia. Aksi mereka di Indonesia sudah sekian lama dirasakan banyak pihak dari berbagai latar belakang agama dan ras. Dalam aksi Buddha Tzu Chi, kemanusiaan menjadi yang utama.
Maka saat kemarin, Buddha Tzu Chi Indonesia mendukung sebuah Rumah Sakit Katolik di Banten yang dikelola para suster, maka itulah titik temu sejarah kasih. Sejarah dimana para perempuan dengan spirit keagamaan mula-mula, memberikan diri bagi kemanusiaan. Atau memang itulah takdir bertemunya spirit para perempuan perawat kemanusiaan.
Pertanyaan iseng kemudian muncul. Lebih penting aksi pembangunan gedung bangunan gereja yang megah, atau aksi membangun kesehatan umat dan kemanusiaan gereja itu sendiri. Sejarah besar seorang Mgr. Soegijapranata, SJ dan semangat option for the poor Gereja Katolik Indonesia diuji dalam situasi-situasi kritis. Situasi yang sama menguji kita hari ini.
Hormat pada para perempuan perawat kemanusiaan. Mereka para suster dan perawat yang berjuang di rumah sakit, para penjahit yang bergerak swadaya menyiapkan APD ketika pemerintah tak siap, hingga para perempuan yang merawat keluarga saat kita harus #StayAtHome, #DiRumahSaja
Ikuti Idenera di Google News.
Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com
Tinggalkan Balasan