Rasan-rasan Suroboyo Perencanaan Kota Kampung Ekologis merupakan satu di antara berbagai gerakan yang dilatari kegelisahan anak muda kota Surabaya tentang dampak dari krisis iklim.
Dampak krisis iklim di kawasan perkotaan seperti Surabaya, tidak hanya terlihat dari anomali cuaca, namun juga dampak susulan lain seperti kualitas hidup masyarakat yang tinggal di kampung-kampung yang padat. Apalagi lagi Surabaya yang menyandang sebagai Ibukota Provinsi Jawa Timur, dengan kepadatan penduduk yang tinggi.
Puspitaningtyas Sulistyowati, biasa disapa Tyas, Koordinator Arsitek Komunitas (Arkom) Jatim menuturkan jika ide perencanaan Kota Kampung Ekologis bermula ketika ia resah akan krisis iklim.
“Kalau bicara kampung ekologis, ya karena sekarang Bumi kita sedang tidak baik-baik saja. Krisis iklim dampaknya sudah ada di depan mata dan kita sudah bisa merasakan,” ucap Tyas.
Ia juga menjelaskan bahwa dampak dari krisis iklim dan buruknya penataan kampung di Surabaya yang berimbas pada warga kampung.
“Karena di kota sangat padat ya, dan yang paling padat tuh di kampung. Kampung tergolong sangat rentan. Dampaknya ke warga kampung yang termarjinal tuh lebih terasa,” katanya.
Terkait ide kota kampung ekologis, Tyas mengakui melibatkan warga kampung, khususnya warga Tambak Bayan dan Dupak Magersari. Dua kampung tersebut memiliki kesamaan, karena terletak di wilayah sengketa.
“Perencanaan kampung kota ekologis bermula dari Kampung Dupak Magersari dan Tambak Bayan. Dua kampung ini memiliki kesamaan yaitu terletak di tanah sengketa. Akibatnya, mengalami hambatan untuk pendanaan dan akses terbatas,” katanya.
Terkait Kampung Tambak Bayan, saat ini lahan yang ditempati sejumlah warga masih dalam sengketa. Suseno, warga Tambak Bayan menuturkan bahwa permasalah ini membuat mereka kesulitan memperbaiki dan membangun kampung agar lebih layak huni.
Seperti saat warga mengajukan pendanaan dari pihak luar untuk perbaikan fasilitas sanitasi. Warga diwajibkan mengajukan surat persetujuan dari pihak hotel yang jadi lawan mereka dalam sengketa. Proses ini ditolak warga.
“Kami sempat mengajukan pendanaan untuk perbaikan pembuangan saluran air. Namun harus melalui surat keterangan atau persetujuan kepada pihak hotel. Kalau kami menyepakati hal itu, artinya kami mengakui kalau tanah ini punyanya pihak hotel,” ucap Seno.
Seno dan warga Tambak Bayan tidak kehabisan akal. Mereka melakukannya dengan semangat kolektif sesama warga dengan iuran secara mandiri, tanpa bantuan dari pemerintah.
“Kami bersepakat untuk pendanaan sesame warga. Akhirnya kami bisa membuat pembuangan saluran air tanpa bantuan dari pemerintah,” imbuhnya.
Seno mengharapkan kegiatan kota kampung ekologis itu bisa menjadi jawaban-jawaban dari keinginan warga Tambak Bayan.
“Kalau memang itu bisa menjadi jalan keluar, ya alhamdulillah. Karena dari pemerintah sendiri tidak bisa diharapkan,” pungkas Seno.
Editor: Andre Yuris. Foto: Andre Yuris
Ikuti Idenera di Google News.
Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com
Tinggalkan Balasan