Masih Ada Asa untuk Pejuang Lingkungan

Setelah menunggu hampir satu tahun, Trio Alasbuluh yakni Abdullah, Achmad Busiin dan Sugianto, dari Desa Alas Buluh, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi akhirnya bebas dari vonis tiga bulan penjara setelah dinyatakan bersalah karena menghalangi truk pengangkut galian C atau pasir dan batu. 

288 0

Vonis ini mereka terima lantaran bersama-sama warga protes atas kerusakan jalan dan lingkungan akibat aktivitas truk pengangkut galian C atau pasir dan batu milik PT Rolas Nusantara (RNT). 

Putusan Kasasi Mahkamah Agung nomor 6270K/Pid.Sus/2022, telah membatalkan putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi yang memvonis mereka dengan hukuman tiga bulan penjara, denda Rp5.000 pada tanggal 27 Mei 2021 dan Putusan PN Surabaya tanggal 27 September 2021.

Putusan MA ini memberikan penegasan bahwa aksi protes warga tidak  bisa dijerat pasal 162 UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Singkat kata, putusan ini menegaskan bahwa aksi protes tersebut bukan pidana, oleh sebab itu membebaskan tiga terdakwa dari tuntutan hukum.

Agung Wardhana ahli hukum lingkungan dari UGM dalam pernyataannya saat menjadi saksi ahli persidangan mengatakan Pasal 162 (UU No. 4/2009, -red) itu setidaknya mengalami 3 kali uji judicial review di Mahkamah Konstitusi. Dari hasil judicial review tersebut, Pasal 162 jo. Pasal 136 ayat (2) harus diletakkan dalam konteks pelepasan hak atas tanah yang dilakukan oleh pemegang IUP untuk digunakan sebagai wilayah usaha pertambangannya. 

Dalam konteks menghalang pertambangan,  jika ada orang yang tanahnya akan ditambang oleh sebuah perusahaan, kemudian orang tersebut telah menerima ganti rugi atau kompensasi atas tanahnya, akan tetapi orang tersebut masih saja menghalang-halangi usaha pertambangan, maka orang itu barulah bisa dikenai Pasal 162. 

Dalam kasus persoalan Alasbuluh, lahan yang ditambang PT Rolas Nusantara Tambang itu bukanlah tanah milik Ahmad Busiin, Sugiyanto, dan Abdullah. Sehingga tidak tepat jika Pasal 162 UU Minerba itu dikenakan kepada Abdullah, Ahmad Busiin dan Sugiyanto.

Protes yang dilakukan oleh warga adalah hak warga negara dalam menyuarakan hak atas lingkungan hidup. Sebab aktivitas tambang merusak fasilitas umum.  Menyebabkan warga tidak nyaman dan menghambat aktivitas sehari-hari.

Kasus ini merupakan bentuk pasal karet yang mengkriminalisasi warga dengan UU Minerba khususnya pasal 162. Banyak warga yang menjadi korban atas pasal tersebut. Sebelumnya ada warga yang dijerat UU Minerba Pasal 162 di Banyuwangi, ia dilaporkan sampai dipanggil pihak berwenang dengan pasal tersebut seperti yang dialami oleh satu warga Tumpang Pitu.

Sementara untuk kasus trio Alasbuluh yakni Abdullah dkk, merupakan kasus pertama di Banyuwangi, Jawa Timur. Mereka dilaporkan perusahaan PT. RNT yang merupakan pemegang konsesi tambang galian C.

Protes mereka bukan tanpa sebab, aktivitas RNT menyebabkan kerusakan jalan umum, menimbulkan debu yang mengganggu kesehatan warga, serta menyebabkan bencana. Tercatat, pada Desember 2017 ladang seluas 10 hektar terendam air setinggi 30 cm. Banjir ini telah menyebabkan putusnya dua jembatan yang ada di Dusun Umbulsari, Desa Alasbuluh. Putusnya dua jembatan tersebut menyebabkan terganggunya akses dan mobilitas sekitar 400 Kepala keluarga (KK).

Melalui perjuangan panjang dan kesabaran warga, akhirnya mereka bisa merasakan nafas lega terbebas dari tuduhan. Ini kemenangan kecil rakyat. Meski demikian, kita tidak bisa bersuka ria, sebab tambang masih eksis melakukan kerusakan dan rakyat merasakan dampaknya. Juga belum bisa bernafas lega, karena bisa jadi ada tindakan kriminalisasi lainnya.

Seruan-seruan solidaritas harus terus dipekikkan kepada seluruh warga yang tengah berjuang mempertahankan ruang hidupnya dari perampasan tambang. Seperti yang tengah dihadapi oleh petani Pakel yang juga di Banyuwangi, di mana 3 warga tengah dikriminalisasi atas perjuangan hak atas tanah selama ini.

Bersolidaritas pada warga yang dikriminalisasi, direpresi dan diintimidasi karena memperjuangkan hak atas lingkungan hidup perlu terus dilakukan. Selalu menyuarakan bahwa lingkungan hidup termasuk pengelolaannya adalah hak dasar yang harus dipenuhi oleh Negara sebagaimana mandat  pasal 28 dan 33. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Oleh: Wahyu Eka Setyawan (Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur). Foto: For Banyuwangi. Editor: Andre Yuris


Ikuti Idenera di  Google News: Google will europäische Nachrichtenplattform starten - und ... Google News.


Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com


 

Please share,
idenera

IDENERA, membuka kesempatan bagi siapapun menjadi kontributor. Tulisan dikirim ke : editor@idenera.com dan dapatkan 1 buku tiap bulannya bila terpilih oleh editor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *