Pencemaran Air Menghantui Desa Jombok Jombang

Aktivitas pengeboran iodium yang dilakukan PT Kimia Farma Plant Watudakon Jombang bukan hanya menyebabkan penurunan muka tanah, banjir, dan hama tikus, melainkan juga pencemaran air.

183 0

Seperti yang diceritakan Sriyati saat ditemui pada Sabtu, 27 Januari 2024. Ia mengaku bahwa sejak kecil sudah menggunakan air galon. Sebab, air yang bersumber dari tanah tidak bisa digunakan untuk minum.  

“Air di daerah sini (Desa Jombok, Red) itu nggak bisa buat minum. Warna airnya itu sekilas tampak biasa, tapi sebenarnya agak kekuning-kuningan. Kalau diminum rasanya lengur (bau, Red),” kata perempuan yang berusia 43 tahun itu.

Karena membuka usaha warung, ia setidaknya menghabiskan 2 air galon dalam sehari. Harga satu air galon yang ia beli secara langsung di agen ialah Rp3 ribu, sementara bila beli di toko harganya Rp4 ribu. Karena itu, ia menghabiskan uang untuk kebutuhan air minum rata-rata sebesar Rp 90 ribu rupiah sampai 120 ribu rupiah. Sedangkan, keuntungan yang diperoleh dalam sehari rata-rata sebesar Rp50 ribu. 

Perbedaan air galon (kiri) dengan air tanah (kanan) yang dikonsumsi warga.

“Sebenarnya nggak untung. Ini kan dagangan kecil. Yang penting bisa mencukupi kebutuhan keluarga dan bisa buat uang saku sekolah anak,” tuturnya.

Suami Sriyati tak memiliki pekerjaan tetap. Sebagai tukang bangunan, suaminya hanya bekerja sewaktu-waktu bila diajak proyek. Karena itu, ia seolah menjadi tulang punggung perekonomian yang harus memutar otak agar seluruh kebutuhan keluarga terpenuhi. 

Namun, baginya, dampak tiadanya air minum bersih akan terasa ketika banjir datang. Ia masih mengingat banjir besar yang datang 3 tahun silam yang menggenangi desanya selama 15 hari.

Saat itu, siapapun tak bisa membeli air galon karena semua akses jalan tertutup air. Sehingga, mereka mengandalkan air dari tempat penampungan yang disediakan pemerintah.

Pokoke gentongan banyu warna kuning iku. Ibarate kanggo wong seng gak isok tuku banyu (pokoknya tempat penampungan air yang berwarna kuning itu. Ibaratnya untuk orang yang tidak bisa beli air),” katanya.

Masalah tentang tercemarnya air akibat pengeboran yodium juga diutarakan Panji, warga Desa Jombok. Sebagai seorang Sarjana Teknik Sipil yang sempat mengkaji tentang pengeboran iodium, ia cukup yakin bahwa sejak dulu warga Desa Jombok sudah tak bisa menikmati air bersih. 

“Karena di sini ada pengeboran iodium, air dari zaman dahulu sampai sekarang nggak bisa dibuat minum. Toh, bila dahulu mau dibuat minum tentu melalui proses dulu, entah melalui penggodokan, pengendapan, dan lain sebagainya. Yang pasti, sejak saya kecil sudah galonan,” terangnya. 

Belum Ada Laporan Masalah Pencemaran Air

“Selama ini belum ada laporan sama sekali tentang masalah pencemaran air”, ujar Yuli Inayati ketika diberitahu tentang masalah pencemaran air di Desa Jombok pada Jumat, 12 Februari 2024. Sehingga, Ketua Bidang Pengendalian, Pengawasan dan Penegakan Hukum Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jombang itu tak pernah tahu tentang persoalan tersebut.

“Kami hanya tahu lab (hasil laboratorium, Red) air limbah yang dilaporkan kepada kami itu kondisinya baik-baik saja,” tambahnya. 

Untuk menyelesaikan persoalan itu, Yuli mengatakan bahwa DLH Kabupaten Jombang akan berkoordinasi dahulu dengan DLH Provinsi Jawa Timur terkait pembagian tugas dan wewenang.     

“Sistem pengaduan kita sudah sangat terbuka. Pengaduan bisa dilakukan melalui Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik (SP4N), bisa langsung via Instagram, atau bisa juga dengan aplikasi SIAP SIGAP,” ujarnya.

Salah satu lokasi pengeboran yodium di Jombang.

Sementara itu, Wahyu Eka Setyawan, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur menganggap bahwa kasus ini cukup ironis mengingat perusahaan itu sudah lama menjalankan aktivitas pengeboran iodium. 

Karena itu, ia mengklaim bahwa kasus tersebut bukan hanya karena kelalaian perusahaan, melainkan juga Pemerintah Kabupaten Jombang dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai selaku pemangku kebijakan. 

“Kalau soal Desa Jombok, sudah jelas tercemar, berarti ada hak yang dirampas. Seharusnya pemerintah daerah dalam hal ini Kabupaten dan Provinsi jangan tinggal diam. Karena ini nasib orang. Seharusnya sudah ada tindakan dari dahulu. Dan, tentu menjadi perhatian jangan sampai kasus serupa terulang lagi,” paparnya ketika dihubungi melalui WhatsApp Messenger pada Selasa, 16 Februari 2024.

Tanggung Jawab Perusahaan dan Pemerintah

Kondisi tersebut tentu bertentangan dengan laporan tahunan perusahaan itu yang diterbitkan pada 2022.  Dalam laporan tersebut, perusahaan itu mengaku telah menerapkan KH Nomor 111 Juncto 142 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air/Sumber Air dan Peraturan Menteri LH Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air. 

Padahal, realitas di lapangan menunjukkan bahwa air di Desa Jombok berada dalam kondisi tercemar. Karena itu, Wahyu menegaskan bahwa perusahaan itu mesti melakukan strict liability atau tanggung jawab mutlak seperti yang tertuang dalam Pasal 88 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). 

Strict liability adalah unsur kesalahan perusahaan yang mana pihak penggugat tak perlu membuktikannya lagi guna mendapatkan ganti rugi. Besarnya nilai ganti rugi yang dibebankan pada perusahaan itu ditetapkan sampai batas tertentu. 

Ia juga menyebut bahwa perusahaan itu mesti mengecek kembali instalasi pengelolaan air limbahnya serta tidak  tidak anti-kritik mendengarkan keluh kesah masyarakat. “Tentu dalam perizinan mereka sudah berkomitmen mulai dengan adanya Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) beserta dokumen teknis lainnya sebagaimana dalam UU PPLH,” lanjutnya. 

Selain itu, ia menyebut bahwa Pemerintah Kabupaten Jombang dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga tak luput dari tanggung jawab. Dalam hal ini, mereka mesti mengedepankan hak warga dan lingkungan. 

“Melakukan sanksi sesuai sesuai UU PPLH jika terbukti melanggar tanpa tebang pilih. Pada intinya setiap usaha tidak dilarang, tapi harus diperhatikan ekosistem tapi harus diperhatikan ekosistem dan warga sekitar, sesuai mandate UU PPLH dan komitmen yang telah dituliskan dalam Amdal,” jelasnya.

Sehingga, ia hendak menekankan bahwa air bersih adalah hak bagi seluruh warga negara Indonesia. Setiap orang yang hidup di tanah bumi pertiwi ini berhak memperoleh air bersih tanpa terkecuali.    

“Soal air bersih itu sudah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 28 ayat (1) yang menyebut bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk dapat hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Itulah mengapa UU PPLH lahir karena ingin melindungi hak atas air terutama hak atas lingkungan hidup,” katanya. 

Ketika PT Lapindo Brantas Datang

Sriyati masih mengingat peristiwa pada 2018 ketika PT Lapindo Brantas datang ke Desa Jombok untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi gas bumi. Mereka membeli lahan beberapa warga seluas 2 hektar tanpa memberitahu akan digunakan sebagai tempat pengeboran gas. 

Warga merasa dibohongi. Akhirnya, 200 warga bersama Forum Peduli Lingkungan dan Agraria (Forpala) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meluruk ke kantor Pemerintah Kabupaten Jombang untuk memprotes itu. 

Mereka bukan saja takut kondisi kerusakan lingkungan di Desa Jombok makin runyam, melainkan juga karena kenangan buruk perusahaan itu di Sidoarjo. 

“Kalau di sini (Desa Jombok, Red) ada pengeboran gas, kan kita takut seperti Sidoarjo yang kemudian tenggelam,” ungkap Sriyati. 

Namun, protes mereka tak digubris oleh Pemerintah Kabupaten Jombang. PT Lapindo Brantas memperoleh legalitas untuk melakukan aktivitas eksplorasi di Desa Jombok. 

Bekas pengeboran gas bumi PT. Lapindo Brantas.

Ia pun menyebut bahwa perusahaan itu telah memecah kesatuan warga dengan memberi sogokan uang kepada beberapa warga yang paling vokal. Warga juga diberi iming-iming akan dibukanya akses lapangan pekerjaan bila mendukung kegiatan perusahaan itu.  

Kendati demikian, perusahaan itu hanya menjalankan aktivitas eksplorasi selama 7 bulan. Wagimo, warga Desa Jombok yang pernah bekerja di sana mengatakan bahwa gas yang diambil di dalam tanah begitu dalam dan sulit untuk keluar. Sehingga, beban biaya produksi yang dihasilkan begitu banyak. 

“Jadi gasnya itu susah diambil karena letaknya dalam banget. Kalau sampai dieksploitasi itu kan biaya produksinya mahal,” kata laki-laki berusia 59 tahun itu pada Sabtu, 27 Januari 2024. 

Karena itu, PT Lapindo Brantas memilih untuk menghentikan aktivitas eksplorasi dan warga tak lagi cemas akan semburan lumpur panas yang dapat menenggelamkan mereka. 

Pengeboran Iodium Ditutup

“Mulai bulan Februari tahun ini semua aktivitas pengeboran iodium sudah ditutup,” kata Yuli saat ditemui di kantor DLH Kabupaten Jombang. Perusahaan yang dikenal sebagai pengolah tambang yodium satu-satunya di Indonesia itu kini tengah terseok. 

Penyebabnya adalah permintaan pasar yang terus menurun. Mahfut Suryanta, Plant Manager PT Kimia Farma Plant Watudakon Jombang mengatakan bahwa produksi iodium untuk kebutuhan fortifikasi garam yodium pada tahun 2018 hanya 1,7 ton seperti dilansir dalam CNBC Indonesia.

Hal itu, berbanding terbalik dengan tahun-tahun sebelumnya yang menembus angka 60 ton per tahun. Sehingga, perusahaan itu kini hanya berfokus menjalankan kegiatan farmasi dengan memproduksi bahan baku perrous sulfate sebagai bahan utama pembuatan tablet zat besi untuk obat penambah darah, serta kapsul lunak.

Kondisi yang demikian membuat banyak warga menganggap bahwa perusahaan itu tak lama lagi akan tutup. “Warga itu banyak yang ngomong kalau Kimia Farma ini bakal tutup, entah lima atau sepuluh tahun lagi,” ujar Panji. 

Namun, Wahyu memiliki pendapat lain menyikapi kondisi tersebut. Bagi Wahyu, selagi logika pasar yang dipakai maka aktivitas pengeboran itu akan dilanjutkan kembali bila permintaan pasar meningkat. 

“Kecuali kalau yang dipakai logika perlindungan lingkungan, mereka memakai prinsip usaha yang berkelanjutan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung kawasan mungkin tidak akan melakukan pengeboran lagi,” jelasnya. 

Yang pasti, warga Desa Jombok masih hidup dengan kondisi air yang tercemar tanpa hirauan perusahaan dan juga pemerintah.

*Demi keamanan Narasumber kami mengganti nama mereka dengan samaran Sriyati, Panji, Arifin, dan Margono.

*Liputan ini merupakan bagian dari “Story Grant Bencana Akibat Kerusakan Ekologis” yang diadakan The Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) dan Ekuatorial. Terbit pertama kali di Idenera.com pada 24 Februari 2024.

Editor: Rangga Prasetya Aji Widodo 


Ikuti Idenera di  Google News: Google will europäische Nachrichtenplattform starten - und ... Google News.


Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com


 

Please share,
Muhammad Akbar Darojat Restu Putra

Jurnalis Pers Mahasiswa, Kontributor Idenera

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *