Agar dukungan dari banyak elemen masyarakat semakin meluas, Jaringan Solidaritas Surabaya mengadakan bedah buku “Atas Nama Tanah Pakel” dan pameran arsip di Warung Mbah Cokro, pada Sabtu, 27 Mei 2023.
Cahyo, perwakilan dari Puputan Pakel Committee menjelaskan bahwa buku “Atas Nama Tanah Pakel” berisi kronologi perjuangan warga Pakel Banyuwangi selama hampir satu abad berjibaku dengan lahan yang dirampas.
“Kami berniat, warga Pakel Banyuwangi belajar mengenai sejarah mereka. Karena itu penting, ketika warga Pakel mengalami gejolak dan menjadi subjek perjuangan itu sendiri, warga harus mengenal sejarah juga,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa kronologi perjuangan warga Pakel Banyuwangi sengaja dibagikan untuk berbagai elemen masyarakat melalui buku. Termasuk di dalamnya, terdapat data-data penting dan arsip lama yang disimpan dengan rapi selama puluhan tahun.
“Buku ini kami sebarluaskan dalam bentuk umum. Termasuk kumpulan data-data, arsip-arsip lama kami sertakan di sana. Agar menjadi bukti konkrit, serta dapat dipakai alat perjuangan hukum dalam persidangan oleh Walhi Jawa Timur dan LBH Surabaya,” lanjutnya.
Wahyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur menegaskan upaya pengarsipan warga Pakel Banyuwangi sangat baik. Hal itu, terlihat dari cara mereka menyusun kliping surat-surat dan berkas advokasi.
“Mereka menyimpan itu semua sebagai dokumen perjuangan. Mungkin kebiasaan itu terbangun sejak lama. Turun-temurun menjadi sebuah ‘habit’. Artinya, pengarsipan itu bagian dari advokasi,” katanya.
Wahyu juga menegaskan bahwa buku “Atas Nama Tanah Pakel” adalah kronik perjuangan. Buku itu mencatat lebih detail dari yang dibuat Walhi Jawa Timur. Buku yang dibuat oleh Puputan Pakel Committee itu didasarkan pada arsip warga, lalu dikembangkan memakai data-data relevan untuk memperkuat catatan sejarah.
“Buku ‘Atas Nama Pakel’ merupakan sebuah cerita yang memotret mengapa perjuangan Rukun Tani ada hingga saat ini, dan mengapa konflik agraria muncul. Menjadi penting untuk memahami konflik agraria di Pakel,” pungkasnya.
Umar Sholahudin, Dosen Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya menjelaskan bahwa selama ini relasi antara negara, korporasi, dan petani bagaikan segitiga terbalik. Bentuk relasi nahas itu ditemukan di semua kasus agraria, termasuk kasus yang menimpa warga Pakel Banyuwangi beberapa tahun ini.
“Di sudut kiri ditempati oleh negara dan di sudut kanan ditempati perusahaan. Sedangkan di sudut bawah, diisi oleh petani. Negara dan korporasi punya relasi mutualisme, saling menguntungkan. Bahkan korporasi sering diberi legitimasi secara hukum,” tegasnya.
Taufiqurohim, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya menambahkan bahwa buku “Atas Nama Tanah Pakel” akan membawa pembaca untuk bertamasya mengenai gerakan rakyat menentang kekuasaan yang semena-mena.
“Hanya saja, buku ini perlu ada terbitan kedua. Untuk membongkar secara khusus mengenai perampasan lahan dengan perspektif politik hukum pertanahan,” pungkasnya.
Selain bedah buku, berbagai penampilan juga disuguhkan pada malam itu, seperti membaca puisi dan musik. Kegiatan tersebut dihadiri oleh masyarakat umum, Pers Mahasiswa, BEM, dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) berbagai perguruan tinggi di Jawa Timur.
Ikuti Idenera di Google News.
Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com
Tinggalkan Balasan