Sejarah Bus Sebagai Angkutan Umum di Surabaya, Gantikan Trem Hingga Didemo Sopir Lin

Ragam moda transportasi pernah beroperasi di Kota Surabaya. Pengadaan tiap jenis moda dipengaruhi oleh kegiatan perekonomian dan perubahan tata kota, serta permukiman. Bus merupakan kendaraan umum yang berubah-ubah fungsinya mengikuti gerak warga kotanya.

329 0

Sejak zaman Hindia Belanda, bus menjadi salah satu alternatif kendaraan bermotor di Kota Surabaya. Kehadirannya diawali dengan dioperasikannya jalur trem listrik oleh Oost-Java Stoomtram Maatschappij (OJS), perusahaan swasta yang dimiliki para pengusaha di Belanda dan menjadi pengelola trem di Surabaya pada waktu itu.

OJS memulai usaha transportasi trem listrik di Surabaya pada 1889. Tiga jalur pertama dibuka yaitu Ujung – Sepanjang, Mojokerto – Ngoro, dan Gemekan – Dinoyo. Demikian paparan oleh Profesor Howard Dick, pengajar di Fakultas Bisnis dan Ekonomi Universitas Melbourne Australia dan seorang ekonom sejarah, pada bukunya “Surabaya, City of Work: A Socioeconomic History 1900-2000”.

Fungsi bus semula bukan sebagai angkutan umum utama, melainkan sebatas sebagai bus pengumpan untuk membawa penumpang dari terminal kecil menuju ke prasarana pemberhentian trem. 

Perkembangan kota yang sangat pesat akhirnya mengubah fungsi bus tersebut. Kisaran tahun 1950-an, bus mulai dipakai untuk mengangkut pegawai dan buruh perusahaan ke tempat kerjanya, sebab sebagian besar buruh tinggal di luar Kota Surabaya.

Fungsi ini awalnya dilakukan oleh trem, namun suatu waktu trem ditinggalkan oleh warga sebab dianggap sebagai simbol penjajahan karena adanya pembagian kelas pada moda itu. Di sisi lain, kemunculan kendaraan mobil seperti mobil pribadi, taksi, opelet dan bus semakin mengurangi pamor trem. Pengelolaan trem yang buruk juga memicu penurunan minat pada jenis angkutan ini.

Meski demikian, pemakaian bus saat itu masih berkutat melayani pekerja saja. Pelayanannya belum menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat.

“Inflasi ekonomi kemudian terjadi pada 1960. Perusahaan bus kota mulai rugi. Saat itu, harga-harga naik, termasuk bahan bakar,” tulis Indari dalam penelitiannya.   

Menyikapi persoalan tersebut dan untuk tetap menjaga geliat pembangunan kota, maka pada 1963, pemerintah Kotapraja Surabaya membeli bemo atau lin. Hingga pada 1970-an, lin menguasai jalanan Kota Surabaya sebagai angkutan umum dalam kota yang paling digemari warga. Hampir bersamaan dengan hal ini, transformasi bus sebagai kendaraan umum pun dimulai. 

Wajah Kota Surabaya juga mengalami perubahan. Terjadi urbanisasi besar-besaran setelah kemerdekaan Indonesia. Warga dari pelosok desa berdatangan mencari pekerjaan di perkotaan. Waktu itu Djawatan Angkutan Motor Republik Indonesia (DAMRI) perlahan menanamkan proyek bisnisnya di Surabaya.

Sejarah DAMRI

DAMRI merupakan institusi yang diinisiasi oleh angkatan muda di masa kemerdekaan, menggantikan Zidosha Sokyoku dan Jawa Unyu Zigyosha. Dua jawatan ini adalah organisasi yang mengelola angkutan kota di masa kedudukan Jepang.

Para pemuda Indonesia usai Jepang kalah perang dan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 1945 merebut kedua perusahaan angkutan itu. Zidosha Sokyoku merupakan jawatan angkutan penumpang, sedangkan Jawa Unyu Zigyosha adalah perusahaan yang mengelola truk dan cikar Jawa.

Para pemuda sadar, selain senjata dan jaringan telekomunikasi, instansi transportasi juga penting guna kelangsungan negara baru. Seperti dikutip dari buku “20 Tahun indonesia Merdeka” yang diterbitkan Departemen Penerangan Republik Indonesia pada 1965, kendaraan bermotor yang sebelumnya dimonopoli oleh kedua perusahaan itu, kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan angkutan umum demi kelancaran gerak perekonomian bangsa. Aksi ini berlangsung di sejumlah kota di Jawa.

Di Surabaya, misalnya. Menurut sejarawan asal Australia, Frank Palmos, dalam buku “Surabaya 1945: Sakral Tanahku” terbitan 2016, anggota serikat pekerja yang tergabung dalam Barisan Oeroesan Mobil (BOM) mengambil alih sektor transportasi umum pada Agustus dan awal September 1945. Anggota BOM, yang terdiri dari sopir mobil dalam divisi transportasi, menyita sekitar 400 unit kendaraan dari Jepang, sebelum tentara Sekutu tiba di Surabaya.

Tiga puluh tahun berikutnya, Juli 1975, DAMRI dan pemerintah Kota Surabaya kemudian mengadakan pembelian 20 unit bus. Sejak itulah, jumlah bus yang beroperasi di Surabaya terus berkembang. Dicatat oleh Surabaya Post, jumlah bus DAMRI di Kota Pahlawan ini bertambah menjadi 92 buah pada 1978. Jangkauan rutenya terentang dari Joyoboyo hingga Jembatan Merah.

Bahkan, pada 1981, DAMRI pernah mendatangkan beberapa bus bertingkat ke Surabaya. Sayangnya, hanya berjalan sekira delapan tahun, bus tersebut diberhentikan karena terkendala prasarana. Bus bertingkat dianggap terlalu besar, tidak bisa masuk jalan kecil dan sering mengenai kabel listrik yang melintang di atas jalan raya. Meski begitu, pengadaan jenis bus lainnya kembali dilakukan.

Perkembangan jumlah bus ini tak lepas dari dorongan penyediaan lapangan kerja dan harga murah yang ditawarkan bus kepada warga. Harga karcis bus saat itu hanya Rp30.

Didemo Sopir Lin

Dalam studinya, Hikmah Tri mengungkapkan perkembangan jumlah dan harga murah yang ditawarkan oleh bus ini membuat industri lin mulai terusik. 

“Protes keras dilancarkan oleh pengusaha dan pengemudi bemo terhadap kemunculan bus kota DAMRI ini. Banyak sopir melakukan demo,” tulis Hikmah.

Demonstrasi tersebut juga dipicu oleh penghapusan atau pengambilalihan trayek bemo oleh bus. Seperti penghapusan trayek Lyn A yakni dari jalur Joyoboyo ke Tugu Pahlawan. 

Ribuan buruh dan ratusan unit angkutan kota konvensional menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jawa Timur, Selasa (31/10/2017). Sumber foto: SindoNews/Ali Masduki

Selain itu pada 1978, pemerintah kota yang didesak oleh DAMRI melakukan pembatasan jumlah bemo. Pemerintah diminta melarang pengadaan bemo lagi. 

“Di lapangan, bersama becak, bemo ditertibkan oleh aparat. Bemo-bemo dilarang menempati trayek-trayek tertentu yang dilalui bus,” jelas Hikmah.

Aparat yang bertindak ketika itu adalah tentara. Waktu sopir-sopir bemo melakukan demo, yang membubarkan mereka adalah tentara. Waktu itu, kekuatan militer sangat dominan dan tidak ada yang berani melawannya.

Editor: Martha


Ikuti Idenera di  Google News: Google will europäische Nachrichtenplattform starten - und ... Google News.


Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com


 

Please share,
Ebi Febriansyah

Penulis lepas dari Wakatobi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *