Revolusi Kaum Muda di Hongaria dan Indonesia

192 0

23 October 2019 adalah hari libur nasional di Hongaria. Mengapa 23 Oktober begitu penting bagi Hongaria? Pada tanggal yang sama 63 tahun yang lalu terjadi gerakan yang dikenal sebagai Revolusi Hongaria 1956. Revolusi yang dimotori oleh kaum muda ini menentang penindasan rezim komunis dan campur tangan Uni Soviet.

Revolusi oleh Kaum Muda

Sebagaimana banyak revolusi di dunia yang dimulai dari pemuda pemudi, demikian juga di Hongaria. Revolusi ini dilatarbelakangi setidaknya dua situasi internasional dan kemerosotan situasi nasional. Situasi internasional pertama ialah wafatnya Stalin (1953), membuat beberapa partai yang semula beraliran komunis melakukan reformasi cenderung ke arah liberal. Pidato Nikita Khrushchev-petinggi Soviet, yang mengkritisi pemerintahan Stalin juga memicu kesadaran di kalangan pelajar dan penulis. Kedua, situasi perang dingin. Terjadi ketegangan hubungan antara Amerika Serikat dengan Blok Timur termasuk Hongaria. Amerika Serikat ingin agar negara-negara di Eropa tidak berelasi lagi dengan Blok Timur. Sedang, dari segi internal terjadi pembersihan orang-orang yang dianggap tidak pro pemerintahan komunis (mulai dari pejabat partai, akademisi, kalangan borjuis hingga pekerja) dan penurunan kondisi perekonomian di Hongaria.

Di tengah situasi yang demikian, para pelajar, penulis dan jurnalis menjadi semakin berani, aktif dan kritis. Mereka membentuk lingkar-lingkar diskusi membahas persolan aktual yang dihadapi Hongaria. Pada Oktober 1956 mahasiswa di Szeged mengorganisir sebuah kelompok pelajar pro-demokrasi. Hal yang sama kemudian dilakukan oleh para pelajar dari kota-kota lain di Hongaria antara lain Pécs, Miskolc dan Sopron. Pada 23 Oktober 1956 para pelajar saling berjanji untuk menggelar demonstrasi secara bersamaan.

Gedung Parliament Budapest dan Jembatan Rantai (Chain Bridge) dari kejauhan. Foto : Jessica

23 Oktober 1956. Sekitar dua puluh ribuan pengunjuk rasa berkumpul di Patung József Bem, Budapest. Massa aksi membacakan tuntutan, antara lain membangun sistem politik berlandaskan sosialisme demokratis dan penghormatan terhadap hak-hak manusia yang bebas. Setelah membacakan tuntutan, massa menyerukan “Nemzeti Dal” karya Petőfi Sándor yang menginspirasi Revolusi Hongaria 1848. Bait pertama dari syair ini berbunyi :

“Talpra magyar, hí a haza! Itt az idő, most vagy soha!Rabok legyünk vagy szabadok?Ez a kérdés, válasszatok! –A magyarok istenére Esküszünk, Esküszünk, hogy rabok tovább Nem leszünk!”

“Berdirilah, Magyar (Bangsa Hongaria), tanah air memanggil! Kini waktunya, sekarang atau tidak sama sekali. Apakah kita akan menjadi budak atau bebas?Itulah pertanyaannya, pilih! -Kepada Tuhan orang HongariaKami bersumpah, Kami bersumpah, bahwa kami Tak akan lagi menjadi budak!”

Kalau di Indonesia tepatnya di Surabaya ada insiden penyobekkan bagian biru dari bendera Belanda menjadi bendera merah-putih Indonesia, Revolusi Hongaria October 1956 juga memiliki insiden serupa. Seseorang dari massa aksi memotong lambang komunis pada bendera Hongaria, sehingga bendera tersebut berlubang di bagian tengah.

Bendera Hongaria yang telah dipotong di bagian  lambang komunis, menjadi simbol perlawanan pada Revolusi 1956. Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Hungarian_Revolution_of_1956

Massa kemudian menyeberangi sungai Danube dan bergabung dengan pengunjuk rasa di luar Gedung Parlemen. Pemerintah Hongaria tetap bersikeras untuk menolak tuntutan para pengunjuk rasa.

Singkat cerita, gelombang unjuk rasa dan represi dari pemerintah terus menerus terjadi pada hari-hari berikutnya. Pemerintah bahkan meminta bantuan dari tentara Soviet untuk “mengondusifkan” keadaan. Di sisi lain, tuntutan para demonstran sedikit demi sedikit diakomodasi oleh Imre Nagy, perdana menteri yang baru. Ia menyetujui sistem multipartai. Pada 1 November 1956 ia mendeklarasikan netralitas Hongaria dalam konteks perang dingin dan seruan agar PBB mendukung Hongaria. Sayangnya, 4 November 1956 tentara Uni Soviet menginvasi Hongaria, dan Imre Nagy dieksekusi tahun 1958. Namun demikian, eksploitasi dan dominasi ala Stalin terus menurun di Hongaria setelah itu. Lambat laun Hongaria berevolusi menuju ke arah kebebasan.

Persamaan di Indonesia dan Hongaria

Saya bukan seorang ahli sejarah, tapi saya ingin mencoba mencari persamaan revolusi kaum muda di Indonesia dan Hongaria. Indonesia mengalami beberapa kali revolusi yang kesemuanya digerakkan oleh kaum muda. Setidaknya meliputi kebangkitan nasional di awal 1900an, revolusi kemerdekaan 1945, reformasi 1998, dan gelombang gerakan mahasiswa 2019 yang bulan september kemarin berunjuk rasa (apabila ini bisa dikatakan sebagai potensial untuk terjadi revolusi). Pada awal kebangkitan nasional, pemuda di Hongaria dan juga di Indonesia digerakkan oleh suatu kesadaran bersama untuk merdeka dari penindasan dan perbudakkan. Gagasan tersebut melahirkan, yang dalam istilah Benedict Anderson disebut sebagai komunitas terbayang (imagined communities). Komunitas yang dikonstruksi secara sosial melalui gagasan-gagasan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Mereka menularkan gagasan itu melalui forum-forum diskusi dan media. Pada awal kebangkitan nasional, gagasan-gagasan kemerdekaan ditularkan melalui organisasi dan diskusi-diskusi. Media cetak yang menyuarakan persoalan-persoalan masyarakat juga mulai dirintis, yaitu oleh Tirto Adhi Soerjo dengan surat kabar Medan Prijaji (1907). Gelombang gerakan mahasiswa terbaru (2019) pun punya gagasan terbayang yaitu memperbaiki Indonesia melalui revisi RKHUP, UU KPK, pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, perhatian pada isu lingkungan, agraria, ketenagakerjaan, pembebasan aktivis yang terkait advokasi papua, dan beberapa isu lain lagi. Gagasan-gagasan ini juga ditularkan dan diamplifikasi melalui media sosial. Dampaknya bisa kita lihat, ribuan mahasiswa dari hampir seluruh daerah di Indonesia menggelar aksi dengan isu kurang lebih sama dalam waktu yang berdekatan.

Poster pada foto : “Tidak ada pilihan untuk tidak mencintaiku”, mirip dengan gaya poster-poster mahasiswa pada demonstrasi September 2019 yang bertuliskan “cukup cintaku yang  kandas, KPK jangan” . Foto : Jessica

Mengapa kaum muda memiliki potensi yang besar untuk melakukan perubahan? Hal yang menentukan potensi tersebut adalah keberanian seseorang dalam meninggalkan posisi nyamannya guna memperjuangkan kepentingan bersama yang lebih besar. Kaum muda ditandai oleh kemampuan dalam mengambil jarak terhadap kepentingan-kepentingan yang menentukan terpenuhinya kebutuhan dasar pribadi. Hampir seluruh kaum muda yang terlibat pada perjuangan kemerdekaan, baik di Indonesia, Hongaria atau tempat lain di seluruh dunia tidak melulu berpikir tentang diri mereka tetapi untuk generasi berikutnya yang lebih baik. Kita bisa melihat juga pada gerakan pemogokan terkait isu perubahan iklim yang terjadi selama 2019 ini, misalnya dalam gerakan Fridays for Future. Ribuan anak muda dari seluruh dunia secara bergelombang menggelar aksi menuntut pemerintah dan perusahaan multi nasional agar peduli terhadap isu kelestarian lingkungan. Barangkali yang bakal menikmati hasilnya bukanlah orang-orang yang setia melakukan diskusi dan aksi-aksi ini, tapi generasi-generasi berikutnya.

Fridays for Future, Szeged, 27 September 2019. Foto : Jessica

Demikian, bapak-bapak dan ibu-ibu yang setia selama 12 tahun melakukan aksi kamisan di depan Istana menuntut negara bersikap tegas terhadap pelanggaran HAM di Indonesia, menurut saya, juga bagian dari kaum muda ini. Sebaliknya, orang-orang muda yang enggan meninggalkan kenyamanannya, berkutat pada dirinya sendiri dan tidak berani bersikap terhadap ketidakadilan tidak menjadi bagian dari perjuangan kaum muda. Terakhir, memparafrase Tan Malaka, idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki kaum muda!

https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Hongaria_1956 https://www.britannica.com/event/Hungarian-Revolution-1956 https://id.wikipedia.org/wiki/Nemzeti_dal


Ikuti Idenera di  Google News: Google will europäische Nachrichtenplattform starten - und ... Google News.


Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com


 

Please share,
Anastasia Jessica

Anastasia Jessica Adinda Susanti, M.Phil. Staf Pengajar Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *