Rumitnya Masalah Tenaga Kesehatan dan Pasien dalam BPJS Kesehatan

373 0

“Setiap orang berhak untuk hidup sehat lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan  lingkungan hidup yang baik dan sehat serta  berhak memperoleh  pelayanan kesehatan” demikian bunyi pasal 28H ayat 3 UUD.

Pasal ini merupakan turunan dari sila ke 5 Pancasila  “Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat indonesia”. Pada pasal 34 ayat 2 juga dinyatakan “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi  seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah  dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”. 

Dua pasal inilah yang jadi dasar bagi pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial dan pemerintah berkewajiban untuk mewujudkannya dengan berbagai cara upaya.

Amanat Pancasila dan UUD inilah yang melahirkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).  BPJS menjalankan program jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat indonesia, yang terdiri dari : 1) BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan : Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKm), dan Jaminan Pensiun (JP). 2) BPJS Kesehatan : menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.

BPJS diberi tugas melakukan atau menerima pendaftaran  peserta, mengumpulkan iuran peserta BPJS, menerima iuran dari pemerintah, mengelola dana  untuk jaminan sosial para pengguna, serta membiayai kebutuhan pengguna dalam hal kesehatan.

BPJS menjamin pelayanan kesehatan untuk seluruh penggunanya dengan fasilitas yang  dijanjikan, yaitu membantu penggunanya dalam penanganan biaya untuk pelayanan kesehatan .  

Fasilitas-fasilitas yang dijamin oleh BPJS meliputi pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu  pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencangkup pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis, pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama. Juga menjamin pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang  mencakup pengobatan rawat jalan yang meliputi administrasi pelayanan, pemeriksaan,  pengobatan, dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis. Jenis pelayanan penunjang diagnostik lanjutan serta pelayanan kesehatan ini telah ditetapkan oleh  Kemenkes RI. 

Namun sistem pelayanan BPJS masih sering jadi sasasaran keluhan dan pengaduan. Menurut penulis, sistem pelayanan BPJS masih menyisakan banyak masalah bagi pasien dan tenaga kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, berikut masalah yang sering ditemukan:  

Pertama, Rumitnya alur pelayanan BPJS.  Ini dirasakan masih rumit dan ribet  terkait dengan rujukan.  Juga terkait jenis penyakit yang tidak boleh dirujuk cukup banyak. Hal ini membuat tenaga kesehatan mengalami berbagai kendala dalam melayani pasien, terutama pasien yang meminta rujukan meskipun tanpa indikasi yang jelas. 

Kedua,  Masalah obat-obatan, fasilitas penunjang dan tenaga yang belum memadai. Obat-obat penyakit kronis yang tidak tersedia untuk pasien rujuk balik, namun beberapa pasiennya tidak ingin kembali ke rumah sakit lagi, sehingga terkadang pasien hanya diberikan resep untuk membeli obat pada apotik di luar fasilitas primer.

Ketiga, Keterbatasan tenaga kesehatan maupun tenaga administrasi.  Permasalahan ini menyebabkan peningkatan beban kerja yang tinggi. Ini sering dikeluhkan. Sebaik apapun pengelolaan sistem jaminan kesehatan tanpa didukung oleh fasilitas yang memadai tidak akan berdampak pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan tenaga perlu pertimbangan pemerintah untuk merekrut tenaga baru, atau mendistribusikan tenaga yang memiliki kompetensi terkait Sistem Informasi Manajemen (SIM) pelayanan di Puskesmas, seperti tenaga administrasi dan IT, sehingga urusan administrasi tidak dibebankan kepada tenaga kesehatan.

Keempat, Iuran BPJS dengan biaya pengobatan yang tidak ditanggung sepenuhnya oleh BPJS dan terbatasnya kuota kamar untuk BPJS .

Kelima, Tidak ada skala prioritas pelayanan. Ada beberapa yang dikeluhkan oleh responden diantaranya pasien  BPJS dibedakan dan kurang diprioritaskan. Ini juga terkait rumitnya penanganan dan administrasi. Perbedaan dan kurangnya prioritas membuat masyarakat menilai  bahwa pelayanan BPJS belum memenuhi sila kelima Pancasila, yaitu sila keadilan. Keadilan yang  dimaksud dalam hal ini yaitu kesetaraan pelayanan kesehatan yang diberikan pada setiap pasien,  baik pengguna BPJS atau pun tidak. 

Terkait keadilan dalam pelayanan kesehatan, jika instansi kesehatan melakukan diskriminasi pada pasien, maka instansi tersebut telah  melanggar ketentuan Peraturan Kemenkes RI No 28 Tahun 2014 BAB 4 yang menyatakan bahwa  “Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat  menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medis yang diperlukan”. 

Jadi BPJS  harus diaplikasikan dengan memperhatikan nilai keadilan sosial agar tidak terjadi ketimpangan  pelayanan kesehatan. Mengenai hal ini, Dirut BPJS juga sudah menghimbau kepada instansi-instansi rumah sakit agar tidak melakukan diskriminasi pelayanan kesehatan. 

Hal lain juga terkait persepsi tenaga kesehatan tentang sistem pelayanan BPJS kesehatan di fasilitas pelayanan primer. Tiap petugas belum sepenuhnya sadar bahwa konsep sistem pelayanan BPJS pada dasarnya untuk membantu masyarakat umum khususnya masyarakat yang tidak memiliki jaminan kesehatan dan kesehatan yang cukup. Petugas BPJS  dan Tenaga Kesehatan agar membuat pelayanan yang tidak berbelit-belit dan mempersulit prosedur pelayanan.

Sistem pelayanan BPJS yang sudah dibuat pada dasarnya sudah bagus namun realisasinya masih bertele-tele. Proses yang harus melewati  Pemda, Dinas Kesehatan baru kemudian ke Puskesmas membutuhkan waktu yang cukup lama. Sementara kebutuhan dana operasional Puskesmas tidak dapat ditunda, sehingga pada beberapa kondisi Puskesmas melakukan penarikan dana langsung dari pasien. Ini terjadi khususnya di wilayah terpencil.

Pihak BPJS Kesehatan sendiri wajib memberikan informasi selengkap-lengkapnya  mengenai hak dan kewajiban masyarakat kepada para petugasnya di lapangan, agar mereka dapat  langsung menanggapi serta memberikan jawaban bila sewaktu-waktu warga datang untuk  bertanya. BPJS Kesehatan perlu mengembangkan mekanisme penanganan keluhan secara tersistematis dan mudah diakses.

BPJS Kesehatan  juga harus terus menerus mensosialisasikan prosedur baru kepada seluruh petugasnya dan juga masyarakat. Dengan prosedur yang transparan,  secara tidak langsung mempermudah masyarakat dalam membantu diri mereka sendiri dalam  menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan.

Khusus fasilitas pelayanan kesehatan, BPJS bisa memaksimalkan fungsi PPK 1 sebagai pelaksana pelayanan kesehatan primer dan Sistem Informasi Manajemen (SIM) di Puskesmas. Mengkaji kebutuhan hubungan kerja sama jejaring untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan ketersediaan obat dan BMHP. Evaluasi berkala kebutuhan jumlah tenaga dan beban kerja disesuaikan jumlah kunjungan pasien rata-rata perhari agar tenaga kesehatan tetap prima dan memberikan pelayanan berkualitas.   

Penulis : Merylin Putri Ndolu, S,Ked. Mahasiswa Magister Hukum Kesehatan, Konsentrasi Hukum Kesehatan Universitas Hang Tuah Surabaya


Ikuti Idenera di  Google News: Google will europäische Nachrichtenplattform starten - und ... Google News.


Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com


 

Please share,
idenera

IDENERA, membuka kesempatan bagi siapapun menjadi kontributor. Tulisan dikirim ke : editor@idenera.com dan dapatkan 1 buku tiap bulannya bila terpilih oleh editor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *