Kuburan Bernama Agamamu, Adakah Pemurtadan Para Arwah ?

179 0
Idenera

Intoleransi itu muncul ketika kesombongan rohani menjadi sebuah klaim kekuasaan untuk menguasai pihak dan agama lain.

Ketika sebuah negara bahkan kampung sekalipun diidentikan dengan mayoritas agama tertentu, maka secara sadar kita tengah mendirikan sebuah benteng kekuasaan untuk menguasai bahkan tak jarang menindas mereka yang dianggap sebagai kelompok atau kaum minoritas.

Lahirnya SK bersama dua menteri yang mengatur peribadatan dan pembangunan rumah ibadah adalah hasil dari klaim mayoritas untuk menghalangi kebebasan beragama dan beribadah kelompok agama lain yang dianggap minoritas.

Jurang mayoritas dan minoritas pada gilirannya hanya menjadikan toleransi sebagai sebuah perisai semu untuk menyembunyikan kekuasaan pada kelompok lain.

Kenyataan membuktikan bahwa suara-suara sumbang yang mengidentikan Indonesia sebagai negara “agama” tertentu akhirnya memunculkan gerakan penamaan kampung bahkan klaim kepemilikan kubur juga berdasarkan mayoritas agama atau kelompok tertentu.

Toleransi yang sejatinya adalah hidup bersama dan berdampingan dalam sikap saling menghargai dan menghormati satu sama lain, menjaga dan melindungi kebebasan beragama agama lain akhirnya jatuh pada sikap komprimistis yang berujung pada kesepakatan, bahwa karena yang mayoritas di sini adalah kelompok agama kami, maka kalian harus mentaati beberapa persyaratan.

Meski secara sadar tindakan itu tidak mencerminkan sikap dan semangat toleransi namun tindakan intoleransi. Yang kita ketahui negara kita adalah Indonesia. Bahwa di dalamnya adalah kelompok agama tertentu sebagai yang mayoritas, tidak serta merta hal itu menjadi landasan mengidentikan Indonesia dengan kelompok agama tersebut. Bahwa Indonesia adalah negara agama tertentu. Tidak!!

Demikian juga nama kampung. Identitas kita sebagai orang beragama tidak ada hubungannya dengan penamaan kampung: kampung Islam, kampung Katolik, kampung Protestan dan lainnya. Tak ada hebatnya sebagai orang beragama, ketika kampung itu diberi nama dengan kampung agama tertentu.

Justru menunjukan kedangkalan dan rasa tidak percaya diri terhadap agama sendiri yang melahirkan ketakutan dan untuk menutupi rasa takut dan tidak percaya diri itu dibentuklah nama kampung dengan nama agama tertentu untuk menunjukan kekuasaan yang menindas agama lain.

Lalu toleransi apa yang sedang dibangun? Tidak ada. Ketika toleransi namun ada kompromi antara yang merasa mayoritas dengan minoritas maka di sana sedang terjadi intoleransi.

Kompromi itu kemudian memunculkan klaim-klaim kepemilikan termasuk kuburan. Ini kuburan agama A, ini kuburan agama B. Apakah kita sudah pernah masuk dalam kuburan dan dunia orang mati, makan bersama dan mengalami situasi di sana sehingga kita sedemikian takut menjadi najis dan kotor jika dikuburan itu ada kuburan agama lain?

Atau apakah para arwah juga akan pindah agama ke agama lain atau murtad ketika dikuburan itu dipasang salib yang menjadi simbol agama Katolik atau batu nisan yang menjadi simbol agama Islam?

Silahkan kita beralibi dan berargumentasi dengan berbagai macam dalil dan alasan, namun semakin menunjukan kedangkalan berpikir dan kekerdilan kita dalam beriman ketika toleransi masih dibatasi oleh kompromi atau kesepakatan.

Toleransi adalah menghargai dan menghormati tanpa memaksakan kehendak karena merasa sebagai kekuatan mayoritas di tempat tersebut. Ketika toleransi dibalut dengan kompromi maka sejatinya menunjukan kesombongan rohani yang sebenarnya kesombongan itu untuk menyembunyikan rasa takut atas kekerdilan dan ketidakpercayaan diri terhadap agama yang diyakini.

Apakah ketika Tuhan menciptakan semesta, Tuhan sudah mengumumkan bahwa kampung atau kuburan ini namanya adalah kampung agama ini atau itu ?? Aneh yang waras dikitlah!!

Manila, 19 Desembar 2018. Foto FI : Istimewa


Ikuti Idenera di  Google News: Google will europäische Nachrichtenplattform starten - und ... Google News.


Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com


 

Please share,
Kopong Tuan

Youth Ministry Director di Christ the King Parish, Manila

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *