Pentingnya pergi dari tempat kita saat ini dan Matilah di tempat yang jauh…jauh sekali..

200 0
Manusia dan Perjalanan

Ada sebuah ungkapan menarik dari Cooper dalam film Interstellar, yang kurang lebih isinya begini bahwa manusia memang lahir di bumi tapi ia tidak mesti mati di bumi juga. Hal ini agak memberi pemahaman tentang siapa sebenarnya kita, manusia. Bisa jadi kita aslinya memang bukan mahluk bumi. Karena manusia ternyata jika ditilik dari sejarah memiliki kekuatan yang sangat berbeda dengan manusia saat ini. Tubuh manusia jaman dulu punya kekuatan dan usia yang jelas lebih lama bertahan dari manusia saat ini. Karena mungkin lingkungan mereka juga berpengaruh saat itu, lingkungan yang tidak aman, sikap bertahan hidup yang akhirnya menyebabkan proses memompa organ tubuh mereka terus bekerja. Hingga penyebab mereka mati, paling-paling hanya di lahap Tyrex atau tertimbun abu vulkanik.

Baca juga : Banyak hal baik di balik tidak lulus kuliah tepat waktu

Lalu abad berganti, manusia berubah. Manusia kemudian tahu harus hidup di lingkungan yang seperti apa supaya aman. Mereka membuat koloni, teknologi, dunia yang kemudian mereka kontruksi dengan baik sehingga kalau kita belajar ilmu sosial saat ini, sangat rumit untuk mencari dimana akar solusi beberapa permasalahan yang terjadi, karena saking baiknya ditata. Manusia lalu membuat generasi baru. Mereka kemudian bekerja untuk bertahan hidup. Mereka bekerja dengan aman dan tentram.

Tetapi masalah kemudian muncul, di lingkungan aman ternyata manusia tidak benar-benar aman. Dalam artian tubuh mereka dipaksa untuk diam. Kenapa dipaksa? Mari kita tarik garis lurus antara tubuh manusia zaman purba dengan manusia sekarang. Sama. Meskipun bentuknya berbeda. Tetapi unsur-unsur tubuh yang tumbuh di dalamnya pasti sama. Maka hakikatnya tubuh kita harusnya terus bergerak agar mau sehat dan panjang umur. Ini sangat menjengkelkan. Karena kita ternyata selalu tiba pada satu kesalahan, alih-alih melakukan hal yang benar. Meikarta akan dibangun untuk menyelamatkan kita dari ketidaknyamanan Jakarta, tapi bagaimana dengan nasib Jakarta nanti. Melakukan hal yang visioner belum tentu baik untuk semua orang.

Tetapi fakatanya memang beginilah kehidupan. Dalam suatu waktu ketika kita hanya duduk seharian di rumah dan itu berlangsung terus menerus, ternyata menyebabkan kita malah terus mengeluh dan unsur psikologis dalam tubuh kita menjadi tertekan. Sebuah tulisan menarik dipublis oleh The Convention berjudul: Agar kita tidak mati akibat kelamaan duduk, menjelaskan pada kita bahwa duduk bisa membuat kita mati. Hal ini terutama terjadi pada para pekerja kantoran yang tiap hari harus duduk sekitar 4-5 jam per hari. Tubuh kita menjadi tidak sehat dan mudah lelah.

Hal ini kemudian menjadi semacam paradoks. Bahwa kita manusia lebih nyaman tidak bergerak tapi kita juga ingin bergerak ke tempat-tempat yang menarik. Meskipun realitasnya sekarang kita dominan ingin bersantai dan hidup serba instan. Tentunya karena beberapa faktor. Apalagi jaman pun yang semakin hari semakin canggih. Pikiran kita dituntut untuk terus berpikir. Kamu kalau tidak berpikir berarti kamu tidak memperoleh apa-apa, kamu kalau tidak baca ini kamu berarti tidak akan mengerti apa-apa, dan berbagai macamnya.

Dulu ada buku yang membuat kita berimajinasi, berlama-lama duduk di tempat. Sekarang ada youtube yang membuat kita semakin nyaman untuk diam. Kedua hal ini menyebabkan tubuh kita malas kemana-mana. Karena tuntutan harus pintar, harus berpikit kritis itulah akibatnya kita tidak sampai dimana-mana dan perlahan tubuh kita menjadi lelah serta tidak bertenaga. Saya tidak bermaksud membuat anda membenci ilmu pengetahuan lewat buku dan internet. Tetapi lebih kepada mari menjumpai sesuatu hal yang ingin kita ketahui. Karena menjumpai sesuatu akan meruntuhkan segala apa pun yang kita duga-duga di buku dan youtube. Jadi mungkin sistematikanya begini: Baca sebuah peristiwa di buku, lihat peristiwanya di internet, lalu pergi ke tempatnya.

Sejak kecil saya dilarang ibu saya untuk bermain di luar rumah. Dan ibu saya bilang saya anak yang baik. Bibi-bibi saya juga mengatakan demikian, membandingkan saya dan sepupu-sepupu saya yang sering bermain di kebun, di pantai, yang sering memecahkan kaca jendela lewat bola kaki, bibi saya bilang sepupu-sepupu saya itu harus mencontoh perilaku saya karena tidak banyak membuat masalah. Tapi lalu jika dihitung perbandingan seberapa kali saya dan sepupu-sepupu saya sakit, pasti saya yang memegang rekor paling banyak. Dampaknya yang lain adalah setelah saya tumbuh besar saya takut berada di lingkungan ‘real’ masyarakat. Saya kemudian tidak banyak mengenal banyak orang. Ngobrol dengan tetangga menjadi hal yang tabu. Ini akan psikologis sekali jika saya mengatakan kalau memang karakter setiap orang berbeda.

Tetapi manusia adalah mahluk sosial. Kalau kita bedah lagi, karakter orang yang pendiam itu tidak ada. Mereka hanya tidak berani saja. Jadi saya pikir penting kiranya kita membaca buku sosial atau ngobrol dengan orang-orang. Kita tidak boleh membiarkan anak kita terus berpikir bahwa Jerman adalah negara yang baik untuk di contoh, yang pikirannya sangat kaku seperti mesin. Sekarang kita harus membuka statement selebar-lebarnya bahwa kita juga perlu mencontoh Rusia, Afrika Selatan atau India yang orang-orangnya sangat sosialis.

Baca juga : Mural : Antara Seni dan Makna yang Tak Pernah Habis

Konstruksi sosial yang ada pada masyarakat yang sering berpikir kalau ke luar rumah itu berbahaya yang sebenarnya mestinya disusun ulang. Bahwa hakikatnya manusia itu mahluk yang harus menantang bahaya. Menentang bahaya dalam artian keluar ke alam bebas. Sama dengan menentang bahaya ala zona nyaman-nya 420: Kita ini insan bukan seekor sapi. Itulah kenapa, siapa pun kamu, kalau melihat traveler yang punya kulit coklat dan tubuh sehat, sambil menenteng tas backpecker-nya, kita akan tertarik melihatnya.

Nah, ini sebenarnya simpel sih, bahwa manusia jaman now harus berjumpa dengan keadaan real. Ini yang kurang dari kita yang membaca buku. Kita harus bergerak ke Palu, Benoa, atau Bupul di Papua supaya kita tahu ternyata ini nih rasanya tinggal dan menjadi warga setempat. Itu saja sih sebenarnya yang ingin saya katakan. Hal ini sama dengan konsep kamu menyukai seseorang. Kamu harus memastikan bahwa dia juga menyukaimu. Supaya kamu tenang. Karena kalau hanya menduga-duga itu mirip hidup segan mati tak mau. Rasanya gantung.

Teori perjumpaan atau mengurangi ketidakpastian mengatakan bahwa ada tiga strategi yang harus kita lakukan untuk mengurangi ketidakpastian yang kita rasakan. Salah satunya adalah strategi interaksi. Mari sehat dan berumur panjang dengan hal lain selain olahraga di dalam ruang fitnes. Misalnya kita keluar rumah dan menanam bunga atau memanjat pohon.

Matilah di tempat yang jauh. Jauh sekali..


Ikuti Idenera di  Google News: Google will europäische Nachrichtenplattform starten - und ... Google News.


Terimakasih telah mengunjungi IDENERA.com. Dukung kami dengan subscribe Youtube: @idenera, X :@idenera, IG: @idenera_com


 

Please share,
Ebi Febriansyah

Penulis lepas dari Wakatobi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *